TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan dari sisi fiskal, anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) telah bekerja keras melindungi masyarakat di tengah pandemi Covid-19. Selain itu juga menjaga momentum pemulihan ekonomi dengan kinerja APBN yang tetap sehat dan berkelanjutan.
“Kinerja positif APBN 2022 terefleksi dari realisasi belanja negara yang sebesar Rp 3.090,75 triliun atau mampu tumbuh 10,92 persen (Year on Year/ YoY),” ujar di Konferensi Pers Hasil Rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) I Tahun 2023 di Gedung Djuanda I, Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, pada Selasa, 31 Januari 2023.
Baca: Pertumbuhan Ekonomi Berlanjut, Sri Mulyani: Konsumsi Rumah Tangga Kuat, Inflasi Rendah
Menurut Sri Mulyani, APBN telah bekerja untuk melindungi daya beli masyarakat dan menopang pemulihan ekonomi. Melalui dukungan subsidi dan kompensasi, penebalan bantuan sosial, dukungan proyek strategis nasional, penurunan stunting dan pengentasan kemiskinan ekstrem, dukungan program JKN, serta layanan publik di daerah.
“Seiring kuatnya dukungan belanja tersebut, ekonomi dapat pulih dengan cepat dan dunia usaha dapat bangkit lebih kuat,” ucap Sri Mulyani.
Sehingga, kata bendahara negara, berdampak positif terhadap pendapatan negara yang mencapai Rp 2.626,42 triliun, tumbuh signifikan sebesar 30,58 persen (YoY). Angka tersebut mencapai 115,90 persen dari target APBN (Berdasarkan Perpres No. 98/2022).
Realisasi pendapatan meliputi realisasi penerimaan perpajakan yang mencapai Rp 2.034,54 triliun (114,04 persen dari Perpres No. 98/2022) atau tumbuh sebesar 31,44 persen dari realisasi tahun 2021. Serta realisasi PNBP yang mencapai Rp 588,34 triliun (122,16 persen dari target Perpres No. 98/2022) atau tumbuh sebesar 28,32 persen (YoY).
“Kinerja pendapatan yang optimal tersebut terutama dipengaruhi pemulihan aktivitas ekonomi yang semakin menguat, masih tingginya harga komoditas, serta buah dari reformasi perpajakan,” kata dia.
Kombinasi dari pencapaian pendapatan yang tumbuh kuat dan kinerja belanja yang tumbuh positif itu, Sri Mulyani berujar, berdampak pada pengendalian risiko fiskal yang semakin solid. Hal itu terefleksi pada defisit APBN yang mencapai Rp 464,33 triliun atau 2,38 persen dari PDB, jauh lebih rendah dari target sebesar 4,50 persen PDB (Perpres No. 98/2022).
Dengan defisit APBN yang lebih rendah dibandingkan target awal, rasio utang pemerintah menurun dari 40,74 persen di akhir tahun 2021 menjadi 39,57 persen PDB di akhir tahun 2022. “Selain itu, keseimbangan primer yang sebelumnya negatif cukup besar, saat ini bergerak menuju positif,” tutur Sri Mulyani.
Baca Juga: Sri Mulyani: Nilai Tukar Rupiah Menguat, Lebih Baik dari Malaysia, Filipina dan India
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini