Dia mengatakan KSSK berkomitmen terus memperkuat koordinasi dan tetap menjaga kewaspadaan terhadap perkembangan risiko global. Sri Mulyani juga menjelaskan bahwa tekanan global mulai mereda pada akhir triwulan empat 2022 meski terdapat risiko yang perlu dicermati.
Tekanan inflasi global terindikasi mulai berkurang meskipun tetap di level tinggi. Hal itu, kata dia, seiring dengan masih tingginya harga energi dan pangan, berlanjutnya gangguan rantai pasokan, serta masih ketatnya pasar tenaga kerja terutama di Amerika Serikat (AS) dan Eropa.
“Sejalan dengan itu, pengetatan kebijakan moneter di negara maju diprakirakan mendekati titik puncaknya dengan suku bunga yang masih akan tetap tinggi di sepanjang 2023,” ucap Sri Mulyani.
Ketidakpastian pasar keuangan global, dia melanjutkan, juga mulai berkurang. Sehingga berdampak positif pada negara berkembang dengan meningkatnya aliran modal global dan berkurangnya tekanan pelemahan nilai tukar.
Ke depan, Sri Mulyani berujar, ekonomi global diprakirakan akan tumbuh lebih lambat akibat fragmentasi geopolitik dan risiko resesi di Amerika Serikat dan Eropa. “Namun demikian, membaiknya prospek ekonomi di Cina terkait penghapusan Zero Covid Policy diprakirakan akan mengurangi risiko perlambatan ekonomi global yang lebih dalam,” tutur dia.
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini