Saat dimintai konfirmasi soal terbengkalainya lahan food estate tersebut, Prihasto enggan berkomentar lebih lanjut. "Tanya petaninyalah. Masak tanya sama kami. Itu yang saya enggak suka. Jangan ditanyakan terus sama kami, tanya sama petani," ujar Prihasto.
Kendala modal untuk menanam kembali lahan tersebut, menurut Prihasto, hanya dalih petani. Ia berkukuh tak ada gagal panen. Dia mengklaim pada tahap pertama rata-rata petani memanen bawang putih sekitar 2,7 ton kalau bawang putih. Kalau 2,7 ton dijual dengan harga Rp 10.000 per kilogram, tuturnya, maka seharusnya petani bisa mengolah lahannya kembali pada musim tanam berikutnya dengan hasil penjualan itu.
Meski demikian, ia mengaku sudah mengetahui dengan kondisi tanah seperti itu kemungkinan besar terjadi gagal panen, khususnya pada penanaman komoditas hortikultura seperti bawang putih dan bawang merah. Kendati sudah mengetahui besarnya potensi kegagalan panen dalam proyek itu, ia kembali mengungkapkan bahwa pihaknya terdesak untuk merealisasikan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2023. "Enggak ada pertimbangan lain, kami harus menyelesaikannya," tuturnya.
Prihasto menuturkan Kementan memang memberikan rekomendasi pembukaan lahan sebesar 215 hektare dan penanaman bawang putih, bawang merah, dan kentang berdasarkan Survey Investigasi Design (SID). Namun, kata dia, rekomendasi itu hanya akan berhasil apabila dijalankan sesuai dengan syarat yang Kementan ajukan.
"Jadi tetap saja walau SID mengatakan bisa (digarap), bukan seolah-olah sulap. Enggak bisa dipaksakan. Orang harus diajak belajar jalan dulu. Anakmu walaupun makanannya bagus-bagus apa bisa langsung bisa lari? Itu lah analoginya," ucap Prihasto.
RIANI SANUSI PUTRI
Baca: Kronologi Hebohnya Anggaran Kemiskinan Rp 500 Triliun Habis untuk Rapat di Hotel dan Studi Banding
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.