“Kebijakan utang dari sejumlah negara itu ditempuh secara agresif sebagai pilihan untuk memperbesar ruang fiskal mereka, agar porsi belanja produktif pemerintah kian besar untuk melaksanakan pembangunan,” ujar Said. “Hal ini telah menjadi praktik umum diberbagai negara.”
Ketiga, Said melanjutkan, Lembaga Pemeringkat Kredit Fitch Ratings dan Standard & Poor's (S&P) memberikan penilaian terhadap utang pemerintah pada posisi BBB outlook stable. Penilaian lebih baik diberikan oleh lembaga Rating & Investment (R&I) dan Japan Credit Rating Agency (JCR) di level BBB+ outlook stable, sementara Moody’s memberikan penilaian Baa2 outlook stable.
Menurut Said, penilaian berbagai lembaga kredibel itu menjelaskan bahwa utang pemerintah dilevel moderat. “Penilaian ini menjelaskan bahwa kebijakan utang pemerintah tidak ugal-ugalan seperti prasangka buruk oposisi dan kalangan manula post power syndrome yang mendistorsi informasi ke rakyat,” ucap Said.
Rincian keempat, Said berujar, pemerintah telah menjalankan kebijakan mitigasi risiko utang sebagai wujud tata kelola pemerintahan baik atau good governance. “Berlapis-lapis pengamanan risiko utang telah dijalankan,” kata dia.
Berlapis langkah mitigasi risiko utang
Pengamanan yang dilakukan di antaranya, mengedepankan pembiayaan bersumber dari dalam negeri untuk mendorong pembiayaan lebih mandiri, dan mengurangi risiko nilai tukar. Hal itu, kata Said, terlihat dari kepemilikan asing terhadap utang pemerintah terus menurun sejak 2019. Saat itu mencapai 38,57 persen, akhir 2021 menurun ke 19,05 persen, dan akhir 2022 mencapai 14,36 persen.
Turunnya kepemilikan asing ke utang pemeritah, menurut Said, berdampak pada menurunnya risiko nilai tukar. “Tahun 2017 risiko nilai tukar sebesar 41 persen, 2019 turun ke level 37,9 persen, 2020 kembali turun ke level 33,5 persen, dan 2021 terus turun ke level 30 persen, serta 2022 turun di bawah 29 persen,” kata dia.
Pengamanan lainnya, Said menjelaskan, pemerintah juga telah membuat perencanaan tata kelola kebijakan utang pada rentang 2023-2026 dengan beberapa acuan. Mulai dari besaran utang tingkat bunga variabel terhadap total outstanding maksimal 20 persen, dan utang jatuh tempo kurang dari 1 tahun terhadap total outstanding maksimal 12,5 persen.
Acuan lainnya, average time to maturity/ ATM minimum 7 tahun, besaran pembayaran bunga utang terhadap PDB maksimal 3 persen, dan mematok tingkat utang terhadap PDB pada kisaran 40 persen. Mengacu pada hal tersebut, keseluruhan postur utang pemerintah belum menyentuh pada alarm dari berbagai batasan itu.
“Semisal ATM masih di level 8 tahunan, bunga utang terkelola dengan baik di kisaran 6-7 persen dengan jumlah bunga utang di level 2 persen PDB,” tutur Said.
Dia berharap, gambaran tersebut bisa memberikan informasi yang jenih terhadap tata kelola utang yang dijalankan oleh pemerintah. “Kita berharap rakyat dapat mencerna informasi dengan utuh dan tidak termakan framing informasi politik yang menyesatkan,” kata Said.
Baca juga: Dikritik AHY Soal Utang Negara yang Menumpuk, Begini Jawaban Anak Buah Sri Mulyani
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.