TEMPO.CO, Jakarta - Rencana pemberian insentif kendaraan listrik pribadi kian santer terdengar akhir-akhir ini. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan dalam keterangan resminya mengatakan pemerintah telah membangun proyek kawasan industri Kalimantan Industrial Park Indonesia (KIPI) untuk menyambut ekosistem kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KBLBB).
“Kita sudah finalkan (terkait KBLBB) di Ratas (Rapat Terbatas) kemarin, minggu depan sudah harus keluar Permen (Peraturan Menteri) dari Kementerian Keuangan terkait subsidi dan sebagainya,” kata Luhut, Kamis, 26 Januari 2023, dikutip Tempo.co dari situs berita Antara.
Baca: Akan Konsultasi Insentif Kendaraan Listrik dengan DPR, Sri Mulyani: Finalisasi Sedang Dilakukan
Dalam acara Saratoga Investment Summit 2023 di Jakarta, Luhut menegaskan upaya tersebut dalam rangka mempercepat adopsi kendaraan bermotor listrik berbasis baterai (KBLBB) atau electric vehicle (EV).
"Mudah-mudahan minggu depan, Februari awal. Sekitar Rp 7 juta ya kira-kira untuk motor listrik baru dan nanti diumumkan semua, akan diprioritaskan untuk rakyat yang sederhana,” kata Luhut.
Bos Kadin dukung sebagai langkah dekarbonisasi
Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Arsjad Rasjid sebelumnya menyatakan dukungannya terhadap rencana pemerintah memberikan insentif bagi pembelian kendaraan listrik yakni mobil listrik dan sepeda motor listrik. Menurut Arsjad, kebijakan itu harus sejalan dengan rencana transisi menuju energi hijau atau energi bersih.
“Insentif kendaraan listrik akan mempercepat elektro mobilitas di Indonesia sebagai salah satu cara yang paling efektif untuk dekarbonisasi di sektor transportasi,” ujar Arsjad melalui keterangan tertulis pada Kamis, 22 Desember 2022.
Lebih jauh Arsjad berharap agar kebijakan tersebut tidak parsial, dalam arti sekadar insentif untuk produk kendaraan listrik. Ia menuturkan kendaraan listrik merupakan bagian dari program peralihan menuju ekonomi hijau. Karena itu, dia menekankan rencana pemberian insentif dapat sejalan dengan roadmap jangka panjang menuju energi hijau.
“Dengan begitu, antara satu kebijakan dengan kebijakan lain saling terkait dan menjadi lebih komprehensif dalam mendukung transisi energi menuju net zero carbon,” kata Arsjad.
Selain itu, kata dia, pemerintah juga telah memiliki Grand Strategy Energi Nasional. Kebijakan ini menjadi peta jalan bagi transisi energi. Pada puncaknya, Indonesia akan mencapai bebas emisi atau net zero emission pada 2060.
Tak hanya memberikan insentif, ia menilai pemerintah juga harus membuat regulasi untuk mencapainya. Menurut dia perlu banyak pemangku kepentingan yang terlibat, dari masyarakat sebagai konsumen, pabrikan kendaraan bermotor, hingga ke penyedia listrik.
Regulasi yang kondusif untuk mendukung pencapaian target energi bersih, katanya, sangat penting. Misalnya, regulasi yang memungkinkan energi terbarukan dapat diakses oleh industri. “Kalau semakin sulit diakses, harganya akan mahal dan daya serap masyarakat akan rendah,” tutur Arsjad.
Selain itu, ia menuturkan pendanaan dan teknologi adalah kendala lain dalam pengembangan ekonomi hijau. Untuk itu, menurut dia, kerja sama dan kemitraan antara publik dengan swasta dapat menjadi kunci menghadapi kedua tantangan ini.
Selanjutnya: Pemberian insentif seperti pajak...