TEMPO.CO, Pangkalpinang- Grup Mineral Industry Indonesia atau MIND ID mulai mengembangkan potensi minyak Atsiri yang didapat dari hasil penyulingan tanaman sapu-sapu yang banyak bertebaran di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
Komisaris Utama MIND ID Doni Monardo mengatakan minyak Atsiri mempunyai potensi besar dikembangkan karena mempunyai nilai ekonomis yang cukup besar dan telah menjadi rebutan di pasar Eropa.
"Minyak Atsiri ini sebotolnya mencapai Rp 300 ribu. Apalagi minyak dari pohon masoya. Per liternya mencapai Rp 9 juta dan satu drumnya bisa Rp 1,8 miliar. Nilai ini mengalahkan timah, nikel dan mineral lain. Ekspornya ke Eropa semua," ujar Doni kepada wartawan usai penyerahan bantuan program kolaborasi CSR Grup MIND ID di Gedung Mahligai Bangka Belitung, Kamis Malam, 26 Januari 2023.
Doni menuturkan pengembangan minyak Atsiri di Bangka Belitung dimulai dengan penyerahan bantuan dari Grup MIND ID berupa mesin penyulingan (Distilasi) berkapasitas 1 ton, pembangunan instalasi, pembangunan tempat mesin penyulingan, gudang penyimpanan, motor gerobak, modal kerja hingga pelatihan bagi masyarakat.
"Kita berpikir ini bisa berkelanjutan agar masyarakat disekitar tambang hidupnya tidak susah. Tapi bisa naik kelas dan meningkat ekonominya dengan memanfaatkan alam pasca tambang agar bisa memberi nilai tambah," ujar dia.
Doni mengharapkan MIND ID dapat menjadi motor untuk mengubah mindset masyarakat dan membantu pemerintah mensejahterakan masyarakat. Dia meminta pengerukan tambang jangan sampai tidak memberi manfaat apa-apa kepada masyarakat.
"Kita yang bekerja di bidang tambang harus membangun kolaborasi. Mohon para direksi, didalam manajemen itu jangan semuanya orang metalurgi. Akhirnya tidak mengerti melakukan reklamasi. Reklamasi jangan asal hijau saja. Harus punya nilai ekonomi disamping punya kepentingan ekonomi," ujar dia.
Ketua Dewan Atsiri Indonesia Irdika Mansur mengatakan ekspor Atsiri Indonesia telah mencapai Rp 10 triliun dan termasuk dalam tiga besar eksportir Atsiri di dunia.
"Kami apresiasi MIND ID mau mengangkat Atsiri menjadi salah satu topik untuk pemberdayaan masyarakat khususnya lahan bekas tambang. Pohon sapu sapu yang ada di Bangka Belitung adalah pohon Atsiri. Tumbuhnya di pasir sehingga cocok sekali untuk reklamasinya PT Timah," ujar dia.
Menurut Irdika, pihaknya meyakini pengembangan minyak Atsiri bisa diteruskan karena termasuk bisnis yang stabil. Bangka Belitung, kata dia, termasuk daerah yang akan dikembangkan minyak Atsiri.
"Khusus pohon sapu sapu ini belum dikembangkan secara besar di Bangka Belitung. Justru melalui ini, kita harapkan meningkat karena perusahaan tambang masih beroperasi. Nolai ekonomi pasca tambang harus diambil sekarang. Kalau perusahaan masih beroperasi maka ada dana reklamasi, dana pasca tambang dan dana CSR disana yang bisa dimanfaatkan," ujar dia
Penjabat Gubernur Bangka Belitung Ridwan Djamaluddin mengatakan saat ini ada 64 ribu hektar lahan kritis yang bisa dimanfaatkan untuk penanaman pohon sapu-sapu secara besar. Untuk sementara, kata dia, penanaman akan dilakukan di lahan kritis yang masih menjadi milik Pemerintah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.
"Kami akan membentuk unit pengelola supaya jangan sampai setelah alat yang diserahkan dengan biaya yang tidak sedikit ini tidak termanfaatkan dengan baik. Kita libatkan masyarakat agar cita cita besar untuk transformasi kegiatan ekonomi masyarakat bisa terlaksana," ujar dia.
Ridwan menambahkan pertambangan bukanlah suatu industri yang merusak dan harus dimusuhi. Industri pertambangan, kata dia, bisa dimanfaatkan dua sisi yakni selain bahan tambang, lahan sisa penambangan juga bisa dimanfaatkan.
"MIND ID mulai mendorong masyarakat khususnya di daerah padat industri pertambangan untuk tidak menggantungkan hidupnya di pertambangan. Biarkan industri pertambangan ini ditangani secara good mining practice oleh perusahaan yang berkompeten untuk itu. Masyarakat luas kita arahkan untuk melakukan hal lain yang sama-sama punyak nilai ekonomi," ujar dia.
Baca Juga: MIND ID Sebutkan Progres Program Hilirisasi Mulai Antam hingga Freeport
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini