Lebih lanjut, dia menjelaskan, dengan asumsi tanpa ada kenaikan BPIH (Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji), maka artinya di 2024 dengan asumsi biaya Rp 12 triliun, maka ada Rp 9 triliun yang harus diambil dari dana pokok pengelolaan. Asumsi ini sudah memasukkan semua nilai manfaat tahun berjalan dari 2023 maupun 2024.
"Oleh karena itu, mengapa usulannya menjadi 70-30? Karena memang kalau dilihat dari angka, nilai manfaat yang didistribusikan di 2022 sebenarnya sekitar hampir Rp 60 juta," kata Fadlul. "Kalau kurang lebih disamakan di 2023 ya memang, kalau itu yang harus dibayarkan, memang Rp 60 juta sampai Rp 70 juta yang harus diasumsikan jika usulannya adalah 70-30."
Usai mendengar paparan BPKH tersebut, Wakil Ketua Komisi VIII Marwan Dasopang menilai tak ada masalah dalam kondisi keuangan BPKH.
"Karena dua kali tidak berangkat, kalaupun kita pakai di 2022 Rp 5,9 triliun katakanlah Rp 6 triliun, dipakai juga untuk virtual account Rp 2 triliun, itu masih cukup besar," kata dia.
Komisi VIII DPR mengundang beberapa pihak dalam Rapat Dengar Pendapat untuk membahas BPIH Tahun 1444 Hijriah/2023 Masehi di Senayan, Jakarta, hari ini. Selain BPKH, turut diundang Dirjen Penyelenggara Haji dan Umrah Kementerian Agama, Dirjen Perhubungan Udara dan Dirjen Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan.
Selain itu, ada pula Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk, PT Angkasa Pura I (Persero), PT Angkasa Pura II (Persero), PT Pertamina (Persero), PT Airnav Indonesia (Persero), dan Kepala Pusat Kesehatan Haji Kementerian Kesehatan.
Soal biaya haji menjadi sorotan publik setelah Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas mengusulkan agar subsidi BPIH dari nilai manfaat dana haji dikurangi dan sisa biayanya ditanggung oleh para jemaah. Adapun biaya haji tahun 2023 diusulkan naik menjadi Rp 69 juta.
AMELIA RAHIMA SARI | UJI SUKMA MEDIANTI
Baca juga: Apa Itu Nilai Manfaat Dana Haji, Komponen yang Bikin Biaya Haji 2023 Jadi Rp 69 Juta?
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.