TEMPO.CO, Jakarta - Usulan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas terkait kenaikan biaya haji 2023 sebesar Rp 69 juta yang dibebankan kepada jemaah berbuntut panjang. Sejumlah pihak pro atas usulan itu, tapi tak sedikit yang kontra atau menolaknya.
Seperti diketahui, ramai pemberitaan ini bermula pada usulan Menteri Agama dalam Rapat Kerja dengan Komisi VIII DPR di Kompleks MPR/DPR, Senayan Jakarta, Kamis pekan lalu, 19 Januari 2023.
Baca Juga:
Baca: Biaya Haji 2023 Diusulkan Naik Jadi Rp 69 Juta per Jemaah, Bagaimana Rinciannya?
“Tahun ini pemerintah mengusulkan rata-rata BPIH per jemaah sebesar Rp 98.893.909, ini naik sekitar Rp 514 ribu dengan komposisi Bipih Rp 69.193.733 dan nilai manfaat sebesar Rp 29.700.175 juta atau 30 persen," kata Menteri Agama.
Usulan biaya haji 2023 ini lantas menimbulkan pro dan kontra di tengah masalah. Pasalnya, jika usulan itu disetujui DPR, maka biaya haji tahun ini akan naik hampir dua kali lipat ketimbang tahun lalu yang hanya sebesar Rp 39,8 juta. Ongkos ini juga lebih tinggi dibandingkan 2018 sampai 2020 lalu yang ditetapkan sebesar Rp 35 juta.
Berikut pro dan kontra pendapat publik yang berhasil dirangkum Tempo.
Komentar pihak yang pro
Usulan kenaikan biaya haji 2023 mendapatkan dukungan dari sejumlah pihak. Mulai dari alasan, prinsip kemampuan sampai dengan nilai manfaat agar tidak habis.
Golkar: Kenaikan perlu dilakukan
Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI dan juga politikus Golkar, Ace Hasan Syadzily menyebut usulan kenaikan biaya haji tahun 2023 perlu dilakukan agar menyesuaikan dengan prinsip istitha’ah (kemampuan) berhaji dalam konteks pembiayaan. Menurut Ace, kemampuan tersebut harus terukur demi keberlangsungan dana haji ke depan.
"Prinsipnya, kami ingin biaya haji ini dapat terjangkau masyarakat sesuai dengan prinsip istitha’ah atau kemampuan, namun tetap mempertimbangkan sustainibilitas keuangan haji dan keadilan nilai manfaat bagi seluruh jemaah haji," ujar Ace dalam keterangan tertulisnya, Senin, 23 Januari 2023.
Mengenai penggunaan nilai manfaat yang dikelola oleh Badan Pengelola Keuangan Haji atau BPKH, Ace menyebut hal itu juga perlu diatur agar lebih berkeadilan untuk para jemaah. Ace menerangkan nilai manfaat adalah hak seluruh jemaah haji Indonesia, termasuk lebih dari 5 juta jemaah yang masih menunggu antrean berangkat, bukan hanya milik yang akan berangkat tahun ini.
Eks Anggota Dewas BPKH: Bipih dirasa wajar
Muhammad Akhyar Adnan, mantan anggota dewan pengawas BPKH juga angkat bicara. Menurut Akhyar, kenaikan Bipih dirasa wajar jika mempertimbangkan beberapa komponen biaya haji seperti biaya pesawat, hotel, konsumsi yang mulai naik akibat turunnya nilai tukar Riyal Saudi Arabia (RSA) terhadap dolar AS.
"Sampai dengan beban masyair (layanan transportasi dan akomodasi jemaah dari Mekkah ke Arafah) yang tahun lalu naik dari SAR1500 menjadi SAR6000, maka kenaikan tersebut menjadi dapat ‘dimaklumi'" ujar Akhyar dalam keterangannya, Sabtu, 21 Januari 2023.
Dosen Program Studi Akuntansi FEB UMY itu menerangkan, BPKH sudah lama membaca dan bahkan mengkaji sustainabilitas (keberlanjutan) dana haji. Intinya, kata dia, bila tidak ada perubahan kebijakan dalam pengelolaan dana haji akan ada ancaman terjadinya Skema Ponzi. Skema ini pernah terjadi pada kasus First Travel yang membuat ribuan masyarakat kehilangan uang untuk berangkat umroh.
Dirjen Haji dan Umrah: Nilai manfaat agar tidak habis
Hilman Latief, Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah menjelaskan, Kemenag mengusulkan kenaikan biaya haji 2023 karena ada perubahan skema presentase komponen Bipih dan Nilai manfaat.
“Pemerintah mengajukan skema yang lebih berkeadilan dengan komposisi 70 persen Bipih dan 30 persen nilai manfaat,” kata Hilman melalui keterangan resmi, dikutip Tempo, Minggu, 22 Januari 2023.
Selanjutnya: Hilman mengatakan usulan itu...