Kebijakan itu kemudian disambut investor asing. Di antaranya dengan bergabungnya dua perusahaan produsen electric vehicle (EV) Battery untuk kendaraan listrik terbesar dunia dalam proyek investasi senilai US$ 20 miliar lebih untuk pengembangan rantai pasokan nikel di Tanah Air.
Sebelumnya, Mining Industri Indonesia (MIND ID) sebagai Holding BUMN Industri Minerba telah menuntaskan transaksi pembelian 20 persen saham divestasi PT Vale Indonesia Tbk (PT VI). Yang merupakan perusahan dengan aset nikel terbaik dan terbesar di dunia.
Pembelian saham PT VI oleh MIND ID itu sesuai dengan mandat BUMN untuk mengelola cadangan mineral strategis Indonesia dan juga hilirisasi industri pertambangan nasional. “Terutama nikel domestik sehingga akan menghasilkan produk domestik nilai ekonomis hingga 4-5 kali lipat lebih tinggi dari produk hulu,” tutur Erick.
Sementara di industri batu bara, BUMN melakukan akselerasi proyek hilirisasi batu bara menjadi dimetil eter (DME) atau gasifikasi batu bara. Aktivitas tersebut dilakukan di proyek gasifikasi batu bara di Kabupaten Muara Enim, Sumatera Selatan.
Proyek gasifikasi batu bara itu dilakukan dengan melibatkan PT Pertamina (Persero), PT Bukit Asam Tbk. (PTBA), dan Air Products & Chemicals Inc. (APCI). Proyek itu dapat mengurangi subsidi LPG sebesar Rp 7 triliun per tahun dan memperbaiki neraca perdagangan Indonesia.
"Ini yang saya rasa mengapa Pak Jokowi sekarang mendorong lagi hilirisasi diteruskan. Pak Jokowi juga akan mendorong lagi, bisa tidak kita swasembada gula di tahun 2030. Bisa tidak gula jadi etanol—pelarut organik dan bahan baku,” kata Erick.
Subsidi BBM tunjukkan pemerintah tetap hadir
Di sisi lain, pemerintah juga menggelontorkan subsidi untuk masyarakat seperti subsidi BBM. Kebijakan subsidi itu di antaranya untuk melindungi daya beli masyarakat, terutama di pedesaan.
Hal itu juga tercermin ketika pemerintah beberapa waktu lalu merevisi harga pertamax yang turun dari Rp 13.900 menjadi Rp 12.800. Itu dilakukan karena harga BBM dunia sedang turun. Namun, jika melihat grafik tren harganya, kata Erick, ke depan bisa terus naik.
"Ini yang kita lihat juga kenapa pemerintah tetap hadir. Pemerintah tetap menyubsudi. Yang namanya solar, pemerintah masih mensubsidi Rp 6.500 per liter. Bahkan kalau kita lihat pertamax dan pertalite itu masih disubsidi juga Rp 1.000. Artinya pemerintah masih membantu," ujar Erick.
Selanjutnya: Dari sisi perdagangan internasional...