TEMPO.CO, Jakarta - Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) kembali menyinggung soal tragedi Stadion Kanjuruhan Malang yang terjadi pada 1 Oktober 2022 lalu. Ketua YLKI Tulus Abadi menilai insiden yang menyebabkan 135 orang meninggal itu menunjukkan belum adanya kesadaran konkret dari penyelenggara bahwa penonton adalah konsumen.
“Ini menjadi catatan khusus bagi pemerintah, penyelenggara pertandingan, dan PSSI. Konsumen punya hak keamanan, kenyamanan, dan keselamatan dalam menonton pertandingan olahraga,” kata Tulus dalam konferensi pers virtual, Jumat, 20 Januari 2023.
Baca Juga: Kata Kejagung soal Status Bebas Tersangka Tragedi Kanjuruhan Akhmad Hadian Lukita
Sebagai konsumen, Tulus mengatakan penonton sepak bola mestinya mendapat jaminan keamanan ketika mereka menyaksikan event olahraga. Sebab, mereka telah mengeluarkan uang untuk membayar tiket.
Karena itu, penyelenggara mesti memperhatikan aspek perlindungan konsumen di dalam stadion. Dalam hal ini, menyangkut infrastruktur dan standarisasi stadion. Selain itu, standar kompensasi bagi konsumen yang mengalami kecelakaan fatal di stadion juga menjadi aspek penting yang harus diperhatikan.
“Nah, ini yang belum ada. Standar kompensasi yang diberikan pemerintah atau penyelenggara ketika ada kejadian fatal,” ujar Tulus.
Adapun insiden Stadion Kanjuruhan itu terjadi pasca pertandingan Arema FC melawan Persebaya Surabaya. Peristiwa nahas itu diduga diawali oleh ribuan suporter Arema FC yang turun ke lapangan karena kecewa tim kesayangannya dikalahkan di rumah sendiri dengan skor 3-2. Mereka diduga ingin mengejar pemain dan manajemen tim.
Polisi sempat menembakkan gas air mata untuk membubarkan massa. Massa yang berjubel diduga kehabisan napas dan tewas terinjak-injak karena berupaya keluar dari stadion. Akibat kejadian ini, 135 orang meninggal dunia, 24 luka berat, dan ratusan orang mengalami luka ringan.
Belakangan, diketahui jika panitia mencetak tiket lebih dari kapasitas jumlah penonton. Salah satu tersangka, yakni Ketua Panitia Pelaksana Pertandingan Arema FC Abdul Haris pun menghadapi dakwaan penuntut umum dari Kejaksaan Negeri Malang di Pengadilan Negeri Surabaya, Senin, 16 Januari 2023.
Jaksa penuntut umum dalam persidangan menyampaikan bahwa sejak 11 September 2022 Haris telah memerintahkan saksi Hadi Ismanto selaku ticketing officer agar mencetak karcis sebanyak 43 ribu lembar. Sembilan hari kemudian Hadi Ismanto memesan tiket tersebut ke sebuah perusahaan percetakan di Bantul, Yogyakarta, dengan harga satuan Rp 475.
Tiket selesai dicetak dan diterima panpel pada 26 September. Dari cetak 43 ribu tiket ini panpel mengeluarkan biaya Rp 29 juta. “Padahal, kapasitas Stadion Kanjuruhan 38.054 orang. Sehingga Kapolres Malang hanya mengizinkan tiket sebanyak itu yang boleh dijual,” tutur jaksa.
Namun Haris tak puas. Ia memerintahkan Hadi Ismanto agar menghadap kapolres bahwa panpel telanjur mencetak tiket 43 ribu dan 42 ribu di antaranya telah habis dipesan suporter. Akhirnya kapolres mengizinkan tiket dijual semua dengan pertimbangan komplain Aremania.
Baca Juga: Korban Tragedi Kanjuruhan Tagih Janji Kapolri Tuntaskan Kasus Pidana dan Etik
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.