Sementara, dia menuturkan, hanya 1 persen UKM yang merasa khawatir menghadapi ancaman pengangguran. “Ini yang menarik,” kata dia. Karena jika melihat studi-studi lain yang non-UKM, kekhawatiran terhadap ancaman penganggurannya jauh lebih tinggi daripada UKM.
“Jadi pasca pandemi Covid-19 ini UKM jauh lebih tangguh karena yang takut tutup permanen, takut dianggap jadi pengangguran itu relatif sangat kecil,” kata Bhima.
Hasil studi lainnya, VP Marketing & Corporate Affairs GudangAda, Yuanita Agata juga menjelaskan bahwa 60 persen UKM di Indonesia sudah merasakan manfaat dari penerapan digitalisasi pada bisnisnya. “Seperti mempermudah mencari supplier dan menjangkau pelanggan,” ujar Yuanita.
Dia menjelaskan hasil studi diharapkan dapat menjadi acuan pelaku bisnis rantai pasok Indonesia dalam mengkaji lanskap bisnis B2B. Selain itu juga membuat pelaku UKM bisa mengatur strategi bisnis terbaik untuk menghadapi tantangan ekonomi dari sudut pandang inovasi digital di industri B2B FMCG.
Menurut dia, pengalaman panjang manajemen GudangAda di industri B2B Indonesia dan hubungan strategis dengan segenap pelaku bisnis rantai pasok B2B yang telah terjalin lama. “Kami meyakini dapat memberikan insights bisnis yang tepat bagi tumbuh kembangnya bisnis B2B, khususnya di tahun 2023 ini,” ucap Yuanita.
Baca juga: Mendag Zulhas Dorong Retail Asal Indonesia Masuk Arab Saudi: Masak Asing Saja yang Buka di Sini
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.