TEMPO.CO, Jakarta - Direktur PT Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi menyatakan rupiah akan dibuka berfluktuatif pada Kamis, 19 Januari 2023. Setelah di perdagangan kemarin, rupiah ditutup menguat 87 poin di level Rp15.077 per dolar AS.
Ia mengatakan kemungkinan rupiah akan ditutup menguat di rentang Rp15.040 - Rp15.130 per dolar AS hari ini.
Faktor internal yang mempengaruhi, kata dia, antara lain pelaku pasar mulai berekpektasi dalam rapat dewan gubernur Bank Indonesia pada hari ini, akan melonggarkan kebijakan moneter agresifnya dengan menahan suku bunga acuan pada level 5,5 persen di bulan ini sejalan dengan melandainya inflasi.
Baca Juga: Berita Terpopuler: Mulai Nilai Tukar Rupiah Melemah hingga Nasib Bank Perkreditan Rakyat
Selain itu sentimen positif dari data inflasi Amerika Serikat dan pertumbuhan ekonomi Cina mendorong arus dana asing atau inflow di pasar surat utang Asia, termasuk Indonesia. "Inflow di pasar Surat Berharga Negara (SBN) tanah air ini terjadi di tengah arus keluar di pasar saham," kata Ibrahim dalam keterangan yang diterima Tempo, Rabu sore, 18 Januari 2023.
Sementara itu, persepsi investor terhadap kondisi fundamental Indonesia yang masih positif. Pemerintah merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2019 tentang Devisa Hasil Ekspor (DHE). Salah satunya soal aturan beberapa lama devisa parkir di dalam negeri.
Faktor eksternal antara lain Bank of Japan (BoJ) mempertahankan suku bunga pada tingkat yang sangat rendah, dan mempertahankan rentang kendali kurva imbal hasil tidak berubah, membutakan ekspektasi pasar untuk pelebaran lebih lanjut dalam kebijakan tersebut.
Selain itu, kekhawatiran baru atas resesi global yang menjulang. Gita Gopinath, wakil direktur pelaksana Dana Moneter Internasional, memperingatkan bahwa 2023 akan menjadi tahun yang sulit bagi ekonomi global, dengan pemulihan hanya diharapkan menjelang akhir tahun dan memasuki 2024.
"Peringatannya mengikuti serangkaian survei yang menunjukkan bahwa para ekonom dan pemimpin bisnis mengalami kemunduran ekonomi dalam waktu dekat," kata Ibrahim.
Sentimen negatif biasanya menjadi pertanda buruk bagi mata uang Asia yang digerakkan oleh risiko, mengingat hal itu membatasi jumlah modal asing yang mengalir ke wilayah tersebut.
Fokus minggu ini juga tertuju pada serangkaian pembicara utama Federal Reserve AS, terutama pidato Wakil Ketua Lael Brainard pada hari Kamis. Sementara bank sentral secara luas diperkirakan memperlambat laju kenaikan suku bunga dalam beberapa bulan mendatang, pasar tidak yakin apakah itu akan cukup untuk mencegah perlambatan ekonomi.
Baca Juga: Terkini Bisnis: Bulog Bahas Tanggung Jawab Impor Beras dan Korelasi Rupiah dengan Suku Bunga BI
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.