TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi V DPR RI Suryadi Jaya Purnama keberatan dengan rencana pemerintah menaikkan tarif di 15 ruas jalan tol. Suryadi meminta pemerintah membatalkan rencana tersebut lantaran dampak pandemi Covid-19 belum selesai, meski Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat atau PPKM dihapus.
“Masyarakat masih membutuhkan ruang untuk bisa bangkit kembali perekonomiannya, apalagi saat ini inflasi juga sedang tinggi dan masyarakat baru mengalami kenaikan harga bahan bakar minyak BBM subsidi sejak September 2022,” kata Suryadi dalam keterangannya, dikutip Tempo, Rabu, 18 Januari 2023.
Suryadi menyebut rencana kenaikan tarif tol ini dikeluhkan pengusaha logistik. Sebab, tariff tol tersebut bakal menambah beban biaya operasional di samping harga BBM yang naik, harga sewa truk, dan sebagainya. Padahal, menurut data dari asosiasi logistik, secara umum tarif tol porsinya sekitar 37,5 persen terhadap total kegiatan operasional.
“Sedangkan data dari asosiasi pengusaha truk menyebutkan bahwa harga sewa truk juga sudah mengalami kenaikan. Harga sewa truk kecil naik sekitar 21 persen, sedangkan ukuran besar naik sekitar 23 hingga 25 persen,” ungkap Suryadi.
Sementara itu awal 2023 ini, Kementerian PUPR juga sudah menaikkan tarif di beberapa ruas. Di antaranya tol Pandaan-Malang yang tarifnya naik sebesar 3,2 persen. Kenaikan tarif berbasis inflasi ini memang telah diatur dalam Pasal 48 ayat 3 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Jalan. “Yang menjadi masalah adalah tarif tol tersebut naik di tengah inflasi yang tinggi sehingga beban masyarakat menjadi semakin meningkat,” kata Suyadi.
Mengutip data Badan Pusat Statistik, Suryadi berujar inflasi bulan lalu mencapai 0,66 persen secara bulanan atau 5,51 persen secara tahunan. Adapun inflasi bulanan 0,66 persen pada Desember 2022, lebih tinggi dari bulan sebelumnya yang sebesar 0,09 persen.
Suryadi pun mengingatkan bahwa pemerintah mesti mempertimbangkan kemampuan bayar pengguna jalan. Dia pun mengusulkan agar tarif tol tidak hanya bisa naik, tetapi harus bisa turun sesuai dengan prestasi standar minimal pelayanan (SPM) yang diberikan. “Misalnya, ketika terjadi kemacetan atau ketika ada jalan yang rusak maka harus ada diskon bagi pengguna jalan tol,” ujar dia.
Ihwal rencana kenaikan tarif 15 ruas tol oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Anggota Badan Pengatur Jalan Tol atau BPJT Kementerian PUPR dari unsur akademikus Eka Pria Anas memastikan kenaikan tarif yang bersifat periodik—setiap dua tahun—sudah didasari perkembangan inflasi dan evaluasi SPM yang ketat.
“Kami ikut aturan rutin, bahkan jadwal dua tahunnya sedikit terlambat. Namun tentu ada review ulang di setiap ruas,” ujar Eka, dikutip dari Koran Tempo edisi 12 Januari 2023.
Adapun mayoritas dari 15 ruas jalan tol yang masuk bursa evaluasi tarif pada awal 2023 merupakan aset milik PT Jasa Marga (Persero) Tbk, termasuk anak usaha dan entitas hasil kongsinya. Sebagai contoh, tarif jalan tol layang Jakarta-Cikampek vang dikelola PT Jasamarga Jalan Layang Cikampek terakhir dinaikkan pada 17 Januari 2021 sehingga kembali dievaluasi pada awal 2023. Daftar reneana kenaikan tarif pun mencakup empat seksi dari jalan tol lingkar luar Jakarta (Jakarta Outer Ring Road/JORR), termasuk JORR Seksi E yang dikelola PT Hutama Karya (Persero). Sembilan ruas berada di area Jakarta dan sekitar, sedangkan sisanya bagian dari Trans Jawa.
Menurut Eka, jadwal kenaikan tarif tak harus persis seperti tanggal penyesuaian dua tahun lalu. Dia memastikan, lembaganya membahas besaran kenaikan secara teliti. “Ruas yang padat dan menjadi perhatian publik, seperti jalur Cikampek, tentu lebih diperhatikan.”
Dia tak menutup peluang munculnya diskresi atau keputusan khusus dari hasil pertimbangan lapangan dan konsumen, misalnya terkait dengan daya beli serta pemulihan lalu lintas harian kendaraan. Yang pasti, 15 ruas tersebut masih terdaftar dalam rencana kenaikan tarif tol pada 2023. “Diskresi tak berhubungan dengan UU. Tapi bisa saja saja diputuskan, berupa penundaan atau semacamnya.”
RIRI RAHAYU | YOHANES PASKALIS