TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut negara telah mengucurkan dana senilai Rp 422 triliun dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) untuk subsidi energi pada 2022. Terlebih, harga energi melonjak seiring terjadinya perang Rusia-Ukraina. Dengan pemberian subsidi, pemerintah menahan kenaikan harga bahan bakar minyak atau BBM, sehingga dapat dijangkau masyarakat.
“Tahun 2022 bukan tahun biasa. Perang Rusia - Ukraina menimbulkan disrupsi pangan dan energi. Harga minyak mentah, gas, batubara melonjak sangat tinggi,” kata Sri Mulyani melalui akun Instagram resmi @smindrawati, Senin, 16 Januari 2023.
Akibat kondisi tersebut, kata Sri Mulyani, negara-negara Eropa, Inggris, dan Amerika Serikan merasakan lonjakan harga energi yang luar biasa, bahkan hingga tiga kali lipatt. Inflasi juga melonjak tinggi, sehingga daya beli rakyat menurun dan ekonomi melemah.
Indonesia tidak terlepas dari dampak tersebut. Harga minyak dunia yang meroket tinggi 2 hingga 3 kali lipat, menurutnya dapat menghantam dan mengancam daya beli rakyat. Padahal, ekonomi baru mulai pulih. Oleh sebab itu, negara hadir dengan mengalokasikan dana subsidi energi dari APBN 2022.
Sri Mulyani mengatakan uang senilai Rp 422 triliun itu dibayarkan kepada Pertamina untuk menahan lonjakan dan gejolak harga BBM dan LPG. Sehingga, kenaikan harga BBM di Indonesia dapat ditahan hanya 30 persen. Presentase kenaikan harga tersebut diklaim jauh lebih rendah dibanding kenaikan harga energi di negara-negara lain.
“APBN menjadi bantalan pengaman sosial dan ekonomi, menyelamatkannya masyarakat dan menjaga pemulihan ekonomi,” kata Sri Mulyani.
Kucuran dana untuk Pertamina, Sri Mulyani melanjutkan, sudah dilakukan sejak tahun 2009 hingga 2020. Dana tersebut diberikan dalam bentuk Penyertaan Modal Negara atau PMN nontunai dengan nilai total mencapai Rp 49,89 triliun.
Lebih lanjut, Sri Mulyani menyampaikan bahwa Pertamina adalah BUMN strategis yang berkontribusi besar bagi kesejahteraan dan kemajuan Indonesia. Pertamina mengelola dana subsidi dari APBN ratusan triliun, sehingga harus makin sehat kuat efisien, kompetitif dan akuntabel. Karenanya, harus dikelola profesional, kompeten dan berintegritas sehingga menjadi perusahaan energi nasional yang mampu dibanggakan secara global dan terus menjaga ketahanan energi dan akses energi nasional secara handal dan terpercaya.
Baca Juga: Eropa Bakal Dilanda Resesi Musim Dingin, RI Harus Siapkan Subsidi Energi Lebih Besar?
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.