Terakhir, poin yang hendak ia sampaikan berkaitan dengan kasus ini, apa sebenarnya kewajiban negara?
"Nah, substansinya sendiri tentu proses pemberian rekomendasi tanpa memberitahukan kepada warga karena dinyatakan itu satu paket dengan AMDAL-nya Bendungan Bener, itu jelas keliru. Bagi saya, begitu jelas kekeliruan itu karena lokasinya itu 13 kilometer jaraknya. Artinya, punya dampak yang berbeda," jelas dosen Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) itu.
Kemudian, kata dia, masyarakat itu juga manusia, warga negara. Menurutnya, semestinya hukum itu memanusiakan manusia.
"Misalnya kalau saya bilang, di konstitusi itu ada jaminan tentang ruang hidup dan kehidupan. Nah, bagaimana dengan pemberian rekomendasi itu memperlakukan warga Wadas? Itu (warga Wadas) punya ruang hidup dan kehidupan," ujar Herlambang.
Dia melanjutkan, belum lagi warga Wadas punya hak-hak yang sebenarnya turun-temurun dijaga, misalnya kearifan sosial mereka atau hubungan antara manusia dengan alamnya.
Menurutnya, semua sebenarnya sudah ada dalam putusan-putusan peradilan sebelumnya di PTUN tentang azaz kearifan lokal yang harus dihargai.
"Nah, mudah-mudahan penjelasan ini meyakinkan majelis hakim untuk mempertimbangkan bahwa kebijakan menambang batuan andesit tanpa memperhitungkan manusia itu adalah bentuk dari pelanggaran hak asasi manusia dan melawan konstitusi," ungkap Herlambang.
Menurutnya, itu sangat berbahaya karena meski mengatasnamakan proyek strategis nasional, tidak diperkenankan untuk menegasikan atau menihilkan warga yang sebetulnya sudah turun-temurun di sana.
Masyarakat Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah yang tergabung dalam Gerakan Masyarakat Peduli Alam Desa Wadas (Gempadewa) menggugat Dirjen Minerba Kemen ESDM di PTUN Jakarta.
Sebabnya, Dirjen Minerba Kemen ESDM telah menerbitkan surat bernomor T-178/MB.04/DJB.M/2021 yang intinya memperbolehkan rencana pertambangan di Wadas tanpa izin pertambangan.
Gugatan itu lantas didaftarkan pada 31 Oktober 2022 lalu dengan nomor perkara 388/G/2022/PTUN.JKT.
AMELIA RAHIMA SARI | JAMAL ABDUN NASHR
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini