TEMPO.CO, Jakarta - Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Jasa Keuangan (UU PPSK) atau dikenal Omnibus Law Keuangan resmi berlaku. Apa saja pasal-pasal di dalamnya yang menuai kritikan?
Baca juga : UU PPSK Sah, Begini Pro dan Kontranya
UU PPSK terdiri dari 27 bab, 11 bagian, dan 341 pasal. Beleid ini mengamandemen 17 Undang-Undang terkait sektor keuangan. Di dalam regulasi tersebut, ada beberapa pasal yang kontroversial.
Pertama, tentang kewenangan OJK untuk menyidik tindak pidana jasa keuangan. Kewenangan ini termaktub di bagian keempat yang mengubah beberapa ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Dalam Pasal 1 ayat (1) UU OJK diubah menjadi "Otoritas Jasa Keuangan adalah lembaga negara yang independen yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini."
Kewenangan penyidikan diperjelas dengan pasal 48B ayat (1) yang berbunyi: Otoritas Jasa Keuangan berwenang menetapkan dimulainya, tidak dilakukannya, atau dihentikannya penyidikan terhadap tindak pidana sektor jasa keuangan.
Baca juga : Jokowi Sahkan RUU PPSK Jadi UU, Sri Mulyani: Memajukan Kesejahteraan dengan Reformasi Sektor Keuangan
“Penyidikan atas tindak pidana di sektor jasa keuangan hanya dapat dilakukan oleh penyidik Otoritas Jasa Keuangan,” begitu bunyi Pasal 49 ayat (5) yang mendukung kewenangan tersebut.
Pada ayat berikutnya dijelaskan, dalam melaksanakan penyidikan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Otoritas Jasa Keuangan berkoordinasi dengan Kepolisian Negara Republik Indonesia.
"Di pasal 49 ayat 5 ini akibatnya sangat fatal, merubah semua kewenangan kepolisian. Disebutkan di sini penyidikan atau tindak pidana di sektor jasa keuangan hanya dapat dilakukan penyidik Otoritas Jasa Keuangan. Artinya apa? Penyidik OJK menjadi satu-satunya penyidik tunggal dalam bidang tindak pidana jasa keuangan," kata pengacara Hotman Paris dalam video yang diunggah di Instagramnya, Senin, 9 Januari 2023.
Baca juga : UU PPSK Atur Wewenang OJK Sangat Luas, Ekonom: Pengawasan Tak Maksimal, Perlindungan Masyarakat Minim
Kedua, tentang bertambahnya sektor yang diawasi OJK. Salah satu sektor yang dilimpahkan ke OJK adalah kripto. Dalam Pasal 6 ayat (1) disebutkan Otoritas Jasa Keuangan melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap:
a. Kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan.
b. Kegiatan jasa keuangan di sektor pasar modal, keuangan derivatif, dan bursa karbon.
c. Kegiatan jasa keuangan di sektor perasuransian, penjaminan, dan dana pensiun.
d. Kegiatan jasa keuangan di sektor lembaga pembiayaan, perusahaan modal ventura, lembaga keuangan mikro, dan IJK Lainnya.
e. Kegiatan di sektor ITSK serta aset keuangan digital dan aset kripto.
f. Perilaku pelaku usaha jasa keuangan serta pelaksanaan edukasi dan pelindungan konsumen.
g. Sektor keuangan secara terintegrasi serta melakukan asesmen dampak sistemik konglomerasi keuangan.
Sebelumnya, tugas pengaturan dan pengawasan OJK tidak sebanyak itu. Dalam UU No 21 Tahun 2011 tentang OJK, dijelaskan bahwa OJK melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap:
a. Kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan.
b. Kegiatan jasa keuangan di sektor pasar modal.
c. Kegiatan jasa keuangan di sektor perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya.
"Saya khawatir OJK ini akan overload melihat infrastruktur dan SDM (sumber daya manusia) yang ada sekarang, karena amanat dari UU PPSK terhadap OJK banyak sekali," kata Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira Adhinegara pada Tempo, Jumat, 6 Januari 2023.
Dia melanjutkan, OJK punya banyak wewenang untuk mengawasi soal aset kripto, padahal di saat yang sama ada Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi atau Bappebti. Selain itu, OJK juga berwenang menangani soal bullion bank hingga bursa karbon.
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini