TEMPO.CO, Jakarta -Anggota Komisi V DPR RI Suryadi Jaya Purnama menyayangkan langkah pemerintah yang kembali mengucurkan penyertaan modal negara atau PMN senilai Rp 3,2 triliun kepada PT KAI. Diketahui, PMN tersebut ditujukan untuk menambal pembengkakan biaya proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB).
“Kita prihatin dengan pemberian PMN ini karena pemerintah ingkar janji untuk tidak menggunakan APBN dalam membiayai proyek KCJB,” kata Suryadi dalam keterangannya, Rabu, 11 Januari 2023.
Terlebih, PMN ini bukan kali pertama dikucurkan pemerintah. Sebelumnya, pemerintah juga telah menggelontorkan PMN sebesar Rp6,9 triliun kepada PT. KAI melalui Peraturan Pemerintah Nomor 119 Tahun 2021 pada tanggal 27 Desember 2021. Dari PMN tahun 2021 tersebut, Rp 4,1 triliun dialokasikan untuk proyek KCJB, sedangkan sisanya untuk proyek LRT Jabodebek.
Artinya, hingga saat ini pemerintah telah menggelontorkan Rp7,3 triliun hanya untuk menambal pembengkakan biaya proyek KCJB. PMN digelontorkan dari Saldo Anggaran Lebih (SAL). Dimana pada tahun 2021, Pemerintah menggunakan SAL sebesar Rp143,9 triliun yang sebagian besar digunakan untuk membiayai PMN dan salah satunya untuk proyek KCJB ini. Kemudian di tahun 2022, penggunaan SAL diperkirakan sebesar Rp127,3 triliun yang juga sebagian besar akan digunakan kembali untuk PMN.
Di sisi lain, Suryadi melanjutkan, sejumlah kementerian tidak bisa 100 persen merealisasikan anggaran. Misalnya, Kementerian PUPR yang hanya mencapai realisasi 94,5 persen dan Kementerian Perhubungan 97,19 persen.
“Dana-dana ini seharusnya bisa dinikmati langsung oleh masyarakat, namun tidak bisa terserap dan kemudian malah dialihkan untuk proyek yang belum jelas keuntungannya,” kata Suryadi.
Oleh sebab itu, dia meminta PMN untuk menambal cost overrun proyek KCJB yang berasal dari SAL tersebut harus benar-benar dihitung manfaat ekonominya bagi masyarakat. Sebab menurut data Kemenkeu, 74,40 persen dari BUMN yang diberikan suntikan PMN malah hasil ekuitasnya di bawah biaya utang.
“Apalagi proyek KCJB diprediksi baru akan balik modal pada 2061,” ucap Suryadi.
Dengan asumsi harga tiket 350 ribu, dan rata-rata per hari mengangkut 30 ribu penumpang, Suryadi menilai asumsi tersebut super optimis. Pasalnya, KCJB diperkirakan bakal sulit meraih penumpang sebanyak itu jika jaraknya pendek, banyak moda transportasi alternatif yang lebih murah, tidak sampai tujuan langsung di jantung kota Jakarta atau Bandung. Belum lagi ibu kota bakal dipindah ke Kalimantan.
“Kami mengingatkan over optimisme terkait proyek ini sudah terjadi sejak awal, di mana cost overrun sebesar USD 1,449 miliar atau Rp21,74 triliun yang terjadi juga disebabkan salah perhitungan yang pada awalnya super optimistis juga,” ungkap Suryadi.
Suryadi pun menekankan agar PMN untuk proyek KCJB ini dihitung secara tepat dari sisi manfaat ekonominya. Selain itu, dia juga mengingatkan agar proyek KCJB tidak mengancam eksistensi transportasi umum Jakarta-Bandung lainnya.
“Jangan sampai PMN ini malah memberikan dampak negatif yang luas. Sebab akhir-akhir sudah beredar wacana untuk menghapus Kereta Argo Parahyangan yang harga tiketnya lebih murah,’” ujarnya.
Baca Juga: Perpu Cipta Kerja Disebut untuk Genjot Investasi, Faisal Basri: Itu Investasinya Otot, Bukan Otak
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.