TEMPO.CO, Jakarta - Partai Buruh bersama serikat buruh, serikat pekerja, dan asosiasi kelas pekerja lainnya bakal menggelar aksi penolakan Perpu Cipta Kerja di depan Istana Negara pada Sabtu, 14 Januari 2023. Presiden Partai Buruh Said Iqbal mengatakan setidaknya ada 10 ribu pekerja yang terlibat dalam demonstrasi menolak aturan yang diteken Presiden Jokowi akhir tahun lalu.
“Kami akan berkumpul di Monas. Pukul 09.30 massa bergerak dari Monas ke Gedung Indosat,” ujar Said dalam konferensi pers virtual pada Rabu, 11 Januari 2023.
“Ada kemungkinan massa aksi tidak diperkenankan ke istana, jadi hanya depan Gedung Indosat,” ucapnya.
Buruh yang akan turun ke jalan besok, kata Said, berasal dari wilayah Jabodetabek, Serang, Cilegon, Karawang, Purwakarta, Bandung Raya, serta sebagian Subang dan Cirebon. Pada tanggal yang sama, aksi juga akan digelar di sejumlah kota industri. Mulai dari Semarang, Surabaya, Batam, Medan, Gorontao, Banda Aceh, Makassar, dan beberapa kota industri lainnya.
“Isu yang diangkat dalam aksi tersebut adalah menolak isi Perpu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja,” tegasnya.
Said mengakui sejak awal menyatakan sepakat jika UU Cipta Kerja diganti dengan Perpu. Akan tetapi, setelah membaca isi Perpu Cipta Kerja, pihaknya menolak karena isinya tidak sesuai dengan apa yang pernah didiskusikan secara informal dengan tim pengusaha.
Adapun poin-poin dalam Perpu Cipta Kerja yang dipersoalkan, yakni ihwal upah minimum, outsourcing, ketentuan pesangon, PKWT, PHK, pengaturan cuti, pengaturan jam kerja, tenaga kerja asing, serta sanksi pidana. “Dari 9 poin itu ada isu upah yang sangat merugikan. Kita kembali pada rezim upah murah,” ucap Said.
Partai Buruh menginginkan kenaikan upah minimum dihitung berdasarkan inflasi ditambah pertumbuhan ekonomi. namun jika hasilnya lebih rendah dari kriteria hidup layak (KHL), maka kenaikan upah dihitung berdasarkann KHL.
Sementara formula yang digunakan dalam Perpu Cipta Kerja adalah inflasi ditambah pertumbuhan dan dikalikan dengan indeks tertentu. “Kenapa harus pakai indeks tertentu?” ujar Said.
Sementara ihwal outsourcing, pihaknya menginginkan pemerintah melarang outsourcing. Sistem alih daya tersebut, kata Said, mestinya hanya boleh dengan pasal pengecualian.
Namun prinsipnya adalah pelarangan terlebih dahulu. “Outsourcing itu perbudakan modern. Mengapa negara melegitimasi melalui Perpu?” ucap Said.
Baca juga: Inilah Besaran Uang Penghargaan Masa Kerja Menurut Perpu Cipta Kerja
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.