TEMPO.CO, Jakarta - Kejaksaan Agung (Kejagung) memeriksa dua orang saksi dalam perkara dugaan tindak pidana pencucian uang dan korupsi penyediaan infrastruktur Base Transceiver Station (BTS) 4G dan infrastruktur pendukung paket 1, 2, 3, 4, dan 5. Proyek itu digarap oleh Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi atau BAKTI Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) pada tahun 2020-2022.
“Saksi-saksi yang diperiksa yaitu IS selaku Inspektur II pada Inspektorat Jenderal Kementerian Komunikasi dan Informatika dan FM selaku Kepala Divisi Lastmile dan Backhaul,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Ketut Sumadana melalui keterangan tertulis pada Selasa, 10 Januari 2023.
Baca: Dirut BAKTI Tersangka Kasus Dugaan Korupsi BTS Kominfo, Kejagung: Modusnya Mark-up Anggaran
Adapun kedua orang saksi diperiksa terkait penyidikan perkara dugaan tindak pidana pencucian uang dengan tindak pidana asal tindak pidana korupsi dalam proyek tersebut. Pemeriksaan saksi dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara tersebut.
“Pemeriksaan saksi dilaksanakan dengan mengikuti secara ketat protokol kesehatan antara lain dengan menerapkan 3M,” ucap Ketut.
Pekan lalu, Tim Penyidik Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) menetapkan dan menahan 3 orang tersangka di kasus tersebut. "Tiga orang tersangka tersebut yaitu AAL selaku Direktur Utama BAKTI Kementerian Komunikasi dan Informatika; GMS selaku Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia; dan YS selaku Tenaga Ahli Human Development (HUDEV) Universitas Indonesia," kata Ketut, Rabu, 4 Januari 2023.
Untuk mempercepat proses penyidikan, ketiga orang tersangka kemudian ditahan. Di mana AAL dilakukan penahanan di Rumah Tahanan Negara Salemba Cabang Kejaksaan Agung. YS di Rumah Tahanan Negara Salemba Cabang Kejaksaan Agung dan GMS di Rumah Tahanan Negara Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan selama 20 hari terhitung sejak 4-23 Januari 2023.
Ketut menjelaskan peranan tersangka AAL adalah dengan sengaja mengeluarkan peraturan yang telah diatur sedemikian rupa untuk menutup peluang para calon peserta lain.
"Sehingga tidak terwujud persaingan usaha yang sehat serta kompetitif dalam mendapatkan harga penawaran. Hal itu dilakukan dalam rangka untuk mengamankan harga pengadaan yang sudah di-mark-up sedemikian rupa," ucap Ketut.
Selanjutnya, tersangka GMS secara bersama-sama memberikan masukan dan saran kepada tersangka AAL ke dalam Peraturan Direktur Utama beberapa hal. Tujuannya untuk menguntungkan vendor dan konsorsium serta perusahaan yang bersangkutan yang dalam hal ini bertindak sebagai salah satu supplier salah satu perangkat.
Sementara tersangka YS secara melawan hukum telah memanfaatkan Lembaga HUDEV UI untuk membuat kajian teknis yang senyatanya kajian tersebut dibuat oleh yang bersangkutan sendiri.
"Di mana kajian teknis tersebut pada dasarnya adalah dalam rangka mengakomodir kepentingan Tersangka AAL untuk dimasukkan ke dalam kajian sehingga terjadi kemahalan harga pada OE," tutur Ketut.
Akibat perbuatan para tersangka disangka mrlanggar Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 jo. Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Baca juga: Kasus Dugaan Korupsi BTS Kominfo, Kejagung Tetapkan Dirut BAKTI Sebagai Tersangka
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.