TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan baru-baru ini kembali menyinggung soal operasi tangkap tangan atau OTT. Dia menilai OTT tidak perlu dilakukan ketika ekosistem digital telah berjalan baik. Misalnya, digitalisasi dalam pengadaan Anggaran Pendapatan Belanja negara (APBN) yang nilainya mencapai Rp 1.200 triliun melalui e-Katalog.
“Tahun ini 95 persen (digitalisasi). Saya katakan, kalau ekosistem baik, OTT tidak akan perlu lagi ke depan. Karena orang-orang tidak bisa mencuri lagi,” ujar Luhut dalam acara Ibadah Syukur Awal Tahun Kantor Pusat HKBP yang disiarkan di Channel YouTube Huria Kristen Batak Protestan, dikutip Tempo, Selasa, 10 Januari 2023.
Luhut menilai penggunaan e-Katalog telah berdampak positif terhadap belanja pemerintah. Dia mengukurnya dari ketiadaan penangkapan kepala daerah lantaran terjerat kasus penyalahgunaan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD).
"Kita lihat 6 bulan terakhir, ada nggak kepala daerah yang ditangkap karena APBD? Nggak ada. Kita nggak sadar itu," ujarnya.
Pada Desember 2022 lalu, Luhut juga sempat berpendapat bahwa OTT bukan cara yang baik untuk melawan korupsi. “OTT itu tidak bagus sebenarnya buat negeri ini. Jelek banget, gitu,” kata Luhut pada Selasa, 20 Desember 2022, dalam acara Peluncuran Aksi Pencegahan Korupsi 2023-2024 di Jakarta.
Pernyataan Luhut yang menyudutkan metode Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK untuk mengungkap pelaku tindak pidana korupsi saat itu bukanlah kali pertama. Jauh hari sebelumnya, dia juga pernah menyentil soal OTT yang menurutnya tak membuat efek jera.
“Maaf kalau saya bicara terbuka. OTT pun buahnya tidak buat orang jadi kapok. Tidak juga,” kata Luhut pada 13 April 2021.
Kembali berpendapat soal OTT, Luhut pun mendapat reaksi keras dari pegiat antikorupsi. Eks penyidik senior KPK Mochamad Praswad Nugraha, menilai Luhut tidak memahami esensi dari OTT. Dia menjelaskan, OTT sejatinya merupakan bentuk tindak lanjut dari mekanisme penindakan whistleblowing system. Gampangnya, OTT adalah upaya nyata KPK menindak terduga korupsi setelah mendapatkan informasi dari masyarakat atau pihak tertentu.
“Sekarang bayangkan kalau OTT itu tidak ada. Bukan tidak mungkin keseluruhan laporan whistleblower (pelapor) tidak pernah ada tindak lanjutnya,” kata Praswad pada Rabu 21 Desember 2022.
RIRI RAHAYU | HENDRIK KHOIRUL MUHID