TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengutip prediksi terbaru Dana Moneter Internasional atau IMF soal pertumbuhan ekonomi. Pada 2021, IMF memprediksi pertumbuhan ekonomi dunia sebesar 6 persen, angka itu turun pada tahun 2022 menjadi 3,2 persen, dan tahun 2023 angkanya lebih turun lagi menjadi 2,7 persen.
“Jadi bisa dilihat bagaimana turunnya pertumbuhan ekonomi dunia. IMF juga mengatakan sepertiga ekonomi dunia 30 persen atau 40 persen dari perekonomian negara-negara diprediksi mengalami resesi,” ujar Sri Mulyani dalam acara CEO Banking Forum yang digelar virtual pada Senin, 9 Januari 2023. “Itu baru part of the story.”
Baca: Kala Sri Mulyani Sentil Bankir Seperti Menari di Atas Penderitaan Orang Lain, Apa Maksudnya?
Soal resesi juga mengemuka dalam pertemuan G20 di Bali, dan bahkan bukan hanya negara anggota G20 saja yang membicarakannya. Hal ini tercermin dari salah satu topik perteemuan G20 adalah mengenai death sustainability. Menurut dia, sudah diakui di dalam statistik bahwa lebih dari 63 negara di dunia yang dalam kondisi utangnya mendekati atau sudah tidak sustainable.
Dengan begitu, bendahara negara tersebut menekankan bahwa tahun 2023 ini, saat dunia harus menjinakkan inflasi, tapi dipaksa juga harus menaikkan suku bunga pada saat debt stock-nya tinggi.
Negara dengan utang tinggi akan alami krisis
“Pasti akan memberikan dampak. Tidak hanya resesi, tapi kemungkinan di berbagai negara yang sekarang utangnya sangat tinggi akan mengalami krisis,” ucap Sri Mulyani.
Sri Mulyani juga mengaku membaca wawancara dari bank sentral India yang mengatakan negara-negara di sekitar Asia Selatan sudah menjadi pasien IMF. Beberapa di antaranya adalah Bangladesh, Sri Lanka, dan Pakistan.
Sementara jika berbicara negara di timur tengah, yang impor bahan bakar juga mengalami situasi yang tidak mudah. Menkeu pun mengingatkan pada tahun 2023, setiap pihak tetap harus waspada, karena prediksi dari lembaga global kurang menggembirakan tersebut.
“Tidak hanya inflasi dan kemungkinan resesi kemungkinan juga ada masalah dengan death sustainability di berbagai negara. Kedua dunia selain dihadapkan pada kondisi risiko ekonomi dan keuangan mengalami geopolitik, pergeseran yang fundamental,” tutur Sri Mulyani.
Baca juga: Sri Mulyani: Perekonomian 2023 Terancam Resesi hingga Perubahan Iklim
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.