TEMPO.CO, Jakarta - Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) meluncurkan Catatan Akhir Tahun (Catahu) 2022. Dalam catatannya, KPA menyebut 212 konflik agraria terjadi sepanjang tahun.
Baca juga : Komnas HAM: Konflik Agraria Jadi Kasus yang Paling Sering Dilaporkan Sepanjang 2022
"Hasil pemantauan KPA sepanjang tahun dari Januari hingga Desember, ada 212 letusan konflik agraria terjadi di 34 provinsi," kata Sekretaris Jenderal (Sekjen) KPA Dewi Kartika dalam peluncuran Catahu KPA 2022 pada Senin, 9 Januari 2023.
Dari jumlah tersebut, KPA mencatat konflik agraria terjadi di 459 desa. Namun, ada juga konflik agraria di wilayah perkotaan.
Dia melanjutkan, tren konflik agraria cenderung terus meningkat. Luasan wilayah yang terdampak konflik agraria mencapai 1 juta hektar. "Jumlah masyarakat terdampak juga naik drastis kurang lebih 50 persen dibandingkan 2021, yaitu 346 ribu keluarga yang terdampak," ujar Dewi.
Baca juga : Jokowi Didesak Turun Tangan Selesaikan Konflik Lahan Pertanian di Deli Serdang
Adapun sektor yang menempati posisi teratas dalam konflik agraria adalah sektor perkebunan. "Ada 99 konflik agraria di sektor perkebunan, cakupannya mencapai 377 ribu hektar dan berdampak terhadap 141 ribu orang," jelas Dewi.
Di urutan kedua adalah sektor infrastruktur dengan jumlah 32 konflik. Sedangkan nomor tiga adalah properti atau real estate dengan 26 kasus. Sedangkan ranking keempat adalah sektor pertambangan.
"Sektor pertambangan terdapat 21 kasus. Kemudian kehutanan 20 kasus. Selanjutnya sektor militer, di mana masyarakat berhadap-hadapan dengan fasilitas militer terdapat 6 kasus," ujar Dewi.
Dewi melanjutkan, konflik agraria akibat bisnis pertanian skala besar atau corporate based agriculture berada di posisi ke-7 bersama dengn konflik agraria yang terjadi di pesisir pulau-pulau kecil. Jumlahnya sama-sama 4 letusan konflik agraria.
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.