"Oleh sebab itu, kalau memang ini dialihkan oleh BPJS, saya pikir dengan Permenkes No 59 Th 2016, ada peluang dari pemerintah untuk meng-cover melalui BPJS. Tetapi, agar ada kepastian hukum maka saya pikir harus dibuat satu payung hukum atau regulasi yang menetapkan bahwa Covid-19 bukan emerging tertentu yang memang dicover oleh BPJS Kesehatan, sehingga BPJS sebagai operator juga mempunyai dasar hukum yang kuat dalam hal meng-cover itu," papar Rio.
Selain itu, Rio mengatakan pemerintah harus memberikan perhatian khusus ihwal orang yang tidak punya BPJS Kesehatan tapi terkena Covid-19. Menurut dia, pemerintah harus mendeteksi orang-orang yang belum mempunyai BPJS Kesehatan sehingga tidak ada lagi alasan masyarakat tidak bisa berobat ketika Covid-19.
"Oleh sebab itu, dengan kemudahan di era digital, saya pikir ini bukan suatu langkah yang menyulitkan bagi konsumen maupun pemerintah untuk tidak meng-cover masyarakat yang belum mempunyai BPJS. Kalau memang belum punya BPJS, saya pikir buat saja. Selama ini kan bisa digital," tutur Rio.
Terakhir, ia menuturkan pemerintah harus mengetahui mana daerah yang belum tercapai 100 persen BPJS Kesehatan sehingga bisa diantisipasi dan diakselerasi.
Dilansir dari Tempo, Jumat, 30 Desember 2022, Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti menyebut setelah menurunnya status Covid-19 menjadi endemi dan seiring dengan penyebaran virus yang relatif melandai, maka membuat BPJS Kesehatan berkewajiban menanggung klaim pasien Covid-19.
Ia menjelaskan, nanti perhitungan biaya perawatan pasien Covid-19 saat statusnya endemi akan mengacu pada Indonesian Case Base Groups (INA-CBGs). Mekanismenya pun sesuai dengan proses klaim BPJS Kesehatan pada umumnya.
“Tentu pembayaran memakai INA-CBGs berdasarkan kelompok diagnosisnya apa,” ujar Ghufron.
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini