TEMPO.CO, Jakarta - Institut Hubungan Industrial Indonesia (IHII) menyoroti ihwal jaminan hari tua (JHT) yang diatur dalam Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU PPSK). Beleid ini baru disahkan DPR pada 15 Desember 2022.
Ketua Umum IHII Saepul Tavip mengatakan ada sejumlah hal yang masih perlu dikritik. Tavip berujar, pengaturan baru mengenai JHT di UU PPSK semestinya mampu mendukung daya beli pekerja dan keluarganya setelah terimbas pemutusan hubungan kerja (PHK).
“Masalah JHT menjadi masalah krusial bagi kalangan buruh atau pekerja. Selama ini pekerja yang ter-PHK terbantu dengan dana JHT yang bisa dicairkan," ujar Tavip dalam keterangan tertulis, Sabtu, 24 Desember 2022.
Ketidakpuasannya terhadap klausul JHT dalam undang-undang anyar ini tak terpelas dari minimnya partisipasi buruh dalam penyusunan beleid. Dia menandai pembuatan dan pengesahan UU P2SK yang relatif cepat, tertutup, dan cenderung tidak melibatkan masyarakat, termasuk serikat pekerja atay serikat buruh.
Proses ini layaknya pembuatan dan pengesahan UU Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang pada akhirnya diputus Inkonstitusional Bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi. Tavip pun menilai proses pembuatan UU P2SK sudah mengingkari isi Pasal 96 UU Nomor 13 Tahun 2022 tentang Pembuatan Peraturan Perundangan. Pengesahan UU PPSK bertarikh 15 Desember lalu dilakukan sebelum DPR melakukan reses ke daerah pemilihan.
Baca juga: Simak 8 Pasal Penting UU PPSK, dari Rupiah Digital, Aset Kripto, Independensi BI hingga...
Karena itu, IHII mendesak pemerintah untuk melibatkan serikat buruh dan membuka ruang negosiasi dalam pembahasan beleid turunan UU PPSK, yakni Peraturan Pemerintah tentang JHT dan PP tentang Jaminan Pensiun. Tavip juga meminta PP tentang Iuran JHT membuka ruang untuk top up iuran sehingga mendukung peningkatan jumlah akun utama dan akun tambahan, serta tidak membatasi upah sebagai basis perhitungan iuran JHT.
“Kemudian, kami mendesak PP tentang Manfaat JHT mengatur tentang manfaat layanan tambahan (MLT) untuk pangan dan transportasi yang menjadi kebutuhan utama pekerja. Selama ini JHT baru memberikan MLT perumahan kepada pekerja,” ujar Tavip.
Lebih lanjut ihwal proporsi iuran di akun utama dan akun tambahan, IHII mendesak pemerintah menetapkan proporsi tersebut secara bijak. Sehingga, pekerja mampu memenuhi kebutuhan hidup pasca-PHK dari dana di akun tambahan. Selain itu, dia mendorong PP tentang JHT mengatur tentang kepesertaan wajib program JHT bagi pekerja mikro, pekerja migran Indonesia, pekerja bukan penerima upah, pekerja jasa konstruksi dan pekerja non-ASN.
IHII juga meminta pemerintah, khususnya Kementerian Keuangan, menghapus pajak progresif untuk pencairan dana JHT. Dia pun mendesak Kementerian Ketenagakerjaan meningkatkan kualitas pengawasan dan penegakkan hukum bagi perusahaan yang belum mendaftarkan pekerjanya pada program JHT dan JP di BPJS Ketenagakerjaan.
“Terakhir, kami mendorong pemerintah membuka ruang kepesertaan paminan pensiun bagi pekerja bukan penerima upah sehingga jaminan pensiun bisa dinikmati oleh pekerja informal juga, termasuk mewajibkan Jaminan Pensiun bagi pekerja penerima upah di sektor kecil dan mikro,” tutur Tavip.
UU PPSK terdiri atas 27 Bab dan 341 Pasal. Bab 12 UU P2SK memuat tentang dana pensiun, program JHT, dan program pensiun yang terdiri atas 68 Pasal. Pasal 188 mengatur hal baru tentang JHT dengan merevisi Pasal 36, 37, dan 38 UU SJSN. Demikian juga Pasal 189 yang menyasar program jaminan pensiun, yang diatur dalam UU SJSN.
Pasal 188 UU P2SK membagi dana JHT pada dua akun, yaitu akun utama (AU) dan akun tambahan (AT), dengan komposisi AU lebih besar daripada AT. Dana pada AU bisa dicairkan pada saat pekerja memasuki masa pensiun, cacat total tidak bisa bekerja kembali, serta meninggal dunia.
Sementara itu, dana di AT bisa dicairkan sebagian atau seluruhnya bila ada kepentingan mendesak dari pekerja. Pasal 188 mengamanatkan pembentukan tiga PP, yaitu PP tentang besaran proporsi iuran yang ditempatkan pada AU dan AT, PP tentang manfaat jaminan hari tua, serta hasil pengembangan dana JHT, dan PP tentang besaran iuran JHT.
Baca juga: Sri Mulyani: UU PPSK Ubah Nama BPR dan Perkuat Fungsinya
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.