TEMPO.CO, Jakarta -Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian, dan Badan Pangan Nasional kompak membantah laporan Bank Dunia yang menyebutkan harga beras di Indonesia adalah yang termahal di Asia Tenggara. Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi menegaskan beras Indonesia bukan yang termahal dan telah sesuai dengan daya beli masyarakat.
"Kami (pemerintah) sudah konfirmasi, tidak yang tertinggi di ASEAN. Kemudian dibandingkan aja dengan negara-negara lain," ujar Arief saat ditemui Tempo di Pasar Kebon Kembang, Bogor pada Jumat, 23 Desember 2022.
Tingginya harga beras di Indonesia tercatat dalam Laporan Bank Dunia Indonesia Economic Prospect (IEP) December 2022 tentang risiko yang penting untuk dikelola terkait lonjakan harga pangan di Indonesia. Bank Dunia menyebutkan harga beras di Indonesia 28 persen lebih tinggi dibandingkan dengan harga beras di Filipina. Bahkan, harga beras di Indonesia disebut dua kali lipat lebih tinggi dari harga beras di Vietnam, Kamboja, dan Myanmar.
Menurut Arief, beras tidak bisa dinilai semata-mata dari harganya. Faktor yang lebih penting, kata dia, adalah daya beli masyarakatnya. Sepanjang harga beras itu bisa terjangkau, kata dia, tidak ada masalah. "Toh inflasinya kita jaga," tuturnya.
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan juga menepis laporan Bank Dunia itu. "Enggak. Siapa bilang. Tidak, cek saja Google harga di Singapura berapa," kata Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) itu.
Sebelumnya, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo juga tak sepakat dengan data yang disodorkan Bank Dunia soal harga beras Indonesia. Menurut dia, laporan Bank Dunia itu harus dicermati lebih lanjut, khususnya soal kapan data beras diambil.
”Saya pastikan, harga beras kita tidak pernah di atas HET (harga eceran tertinggi.red). Bahkan harga beras kita kedua terendah se-ASEAN,” ujarnya melalui keterangannya pada Selasa, 20 Desember 2022.