TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Perdagangan (Kemendag) buka suara soal harga beras Indonesia yang dinilai Bank Dunia sebagai harga paling mahal se-ASEAN. Pelaksana Tugas Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Kemendag Kasan berujar bahwa pergerakan harga beras di Indonesia salah satunya dipengaruhi musim, yakni musim panen raya dan panen gadu.
“Menjelang akhir tahun, pola pergerakan harga beras di pasar domestik trennya naik. Harga menjelang akhir tahun ini tercatat lebih tinggi. Rata-rata harga beras selama September sampai Desember 2022 lebih tinggi dibandingkan empat tahun sebelumnya,” ujar Kasan kepada Tempo, Selasa, 21 Desember 2022.
Baca: Bank Dunia Sebut Impor Kerek Harga Beras RI jadi Termahal di Asia Tenggara, Respons Mentan?
Harga beras yang tinggi ini, kata dia, disebabkan lantaran musim panen gadu telah berakhir dan telah memasuki musim tanam. Sehingga, produksi gabah dan beras berkurang.
Selain itu juga ada kebijakan penyesuaian harga pembelian pemerintah (HPP) terhadap gabah atau beras dalam rangka pengadaan beras CPB, serta dampak kenaikan harga BBM pada September lalu.
Ada faktor eksternal yang mempengaruhi
Di samping itu, Kasan melanjutkan, harga beras di Indonesia juga didorong faktor eksternal, seperti kondisi geopolitik dan gangguan rantai pasok global. Kasan berujar, dampaknya memang baru terlihat akhir-akhir ini—dibandingkan komoditi lain, seperti gandum ataupun kedelai.
“Faktor fundamental seperti biaya produksi yang masih tinggi, misal untuk sewa lahan, upah buruh, pupuk, pestisida serta rantai pasok, juga diperkirakan mempengaruhi tingginya harga beras,” ujar Kasan.
Menurut Kasan, untuk membandingkan harga beras Indonesia dengan harga beras di sejumlah negara, perlu dilihat beberapa aspek. Misalnya beras dijual di pasar saham atau tidak, serta kualitas atau varietasnya sama atau tidak.
Selanjutnya: “Tingkat kemahalan harga beras..."