TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah Indonesia telah resmi mengajukan permohonan banding atas putusan panel Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) soal kebijakan larangan ekspor dan hilirisasi bijih nikel domestik yang dinilai melanggar ketentuan perdagangan internasional.
Adapun banding pemerintah Indonesia atas kasus sengketa dengan Uni Eropa tersebut disampaikan ke WTO pada Senin lalu, 12 Desember 2022, seperti dilihat dari pengumuman sengketa dagang WTO.
Baca: Jokowi ke Pemimpin Eropa: Jangan Dikte ASEAN, Menganggap Standar Anda Lebih Baik
WTO dalam pengumuman resminya menyatakan Indonesia telah memberitahukan kepada Badan Penyelesaian Sengketa (Dispute Settlement Body/DSB) atas keputusannya untuk mengajukan banding. "Stas masalah hukum dan penafsiran hukum tertentu dalam laporan panel,” tulis WTO dalam pengumuman resmi, dikutip pada Rabu, 14 Desember 2022.
RI resmi mengajukan banding
Pemberitahuan banding tersebut diajukan bersamaan dengan pengajuan banding kepada Sekretariat Badan Banding atau Appellate Body Secretariat.
Pemerintah mengajukan banding sebagai bentuk pembelaan lanjutan atas laporan final panel pada 17 Oktober 2022 lalu yang menyatakan Indonesia terbukti melanggar ketentuan WTO Pasal XI.1 GATT 1994 dalam sengketa yang terdaftar pada dispute settlement (DS) 592.
Sebelumnya, pembelaan awal lewat ketentuan Pasal XI.2 (a) dan XX (d) GATT 1994 berkaitan dengan keterbatasan jumlah cadangan nikel nasional telah ditolak oleh badan pengatur perdagangan internasional tersebut.
Pad 30 November 2022 lalu, putusan panel telah lebih dahulu didistribusikan kepada anggota WTO lainnya. Setelah itu, putusan panel itu akan dimasukkan ke dalam agenda DSB pada 20 Desember 2022.
Adapun proses banding itu dipastikan berjalan lambat lantaran kekosongan hakim uji pada badan banding atau Appellate Body WTO saat ini. Appellate Body sebagai pengadilan banding sistem penyelesaian WTO sejak 2019 tidak lagi efektif menyelesaikan sengketa antar negara lantaran kekosongan hakim uji dan pemblokiran atas penunjukan hakim baru oleh Amerika Serikat.
Untuk mengatasi kevakuman Appellate Body saat ini, dilakukan perbaikan kelembagaan dan kemungkinan penggantian sistem ajudikasi dua tingkat dengan ajudikasi satu tingkat.
“Karena tidak adanya anggota badan banding (appellate body) yang membentuk divisi untuk mengadili banding Indonesia saat ini, Indonesia menunggu instruksi lebih lanjut tentang langkah lebih lanjut yang akan diambil,” seperti dikutip dari laporan WTO itu.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif sebelumnya berharap pemerintah Amerika Serikat mencabut pemblokiran Appellate Body. Hal ini seiring dengan rencana banding pemerintah Indonesia atas keputusan panel WTO terkait kebijakan larangan ekspor bijih nikel.
Selanjutnya: “WTO itu kan sekarang ditinggalkan oleh ..."