“Rupiah digital memiliki fungsi yang sama dengan Rupiah kertas dan Rupiah logam, yaitu sebagai alat pembayaran yang sah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, dapat digunakan sebagai alat tukar [medium of exchange] dan sebagai alat penyimpan nilai [store of value],” sambungnya.
Selanjutnya, di antara Pasal 14 dan Pasal 15 akan disisipkan 1 pasal, yakni Pasal 14A. Di dalam Pasal tersebut, pengelolaan rupiah digital meliputi perencanaan, penerbitan, pengedaran, dan penatausahaan.
Adapun, pengelolaan rupiah digital harus memperhatikan sejumlah aspek, mulai dari penyediaan rupiah digital sebagai alat pembayaran yang sah di NKRI. Diikuti dengan efektivitas pelaksanaan tugas BI dalam menjaga stabilitas moneter, sistem pembayaran, dan sistem keuangan. Selain itu, juga harus memperhatikan dukungan terhadap inovasi teknologi dan inklusi ekonomi dan keuangan digital.
“Pengelolaan rupiah digital juga harus memperhatikan aspek pengembangan ekonomi dan keuangan digital yang terintegrasi secara nasional, dan pemanfaatan teknologi digital yang dapat menjamin keamanan sistem data dan informasi serta pelindungan data pribadi,” lanjutnya.
Kemudian, dalam melakukan perencanaan rupiah digital, Bank Indonesia berkoordinasi dengan pemerintah. Selanjutnya, ketentuan lebih lanjut mengenai penerbitan rupiah digital diatur dalam Peraturan Bank Indonesia.
BISNIS
Baca: Soroti RUU PPSK, Ekonom Ingatkan Bahaya Burden Sharing bagi Independensi Bank Indonesia
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini