TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira memiliki dua catatan terhadap pasar Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang berpotensi memperburuk iklim investasi di Indonesia. “Ada dua poin catatan,” ujar dia melalui sambungan telepon pada Jumat, 9 Desember 2022.
Pertama, Bhima menjelaskan soal masalah kohabitasi atau perzinahan (melarang seks di luar nikah). Menurut dia pasal tersebut bisa mengancam wisatawan asing, khususnya di bianis perhotelan termasuk tempat wisata. “Seharusnya KUHP lebih sensitif mengatur ini.”
Bhima menuturkan, jika pasal di KUHP tersebut dipaksanakan berlaku, maka wisatawan terutama yang datang dari negara barat, mulai dari Eropa, Amerika Serikat, hingga Australia merasa bahwa aturan mencampuri urusan privasi. Hal itu, kata dia, bisa mejadi sentimen negatif bagi wisata Indonesia.
“Perlu ada revisilah saya kira soal pasal itu,” ucap Bhima.
Selain itu, dia juga mengatakan, sekarang sedang masa transisi pasca pandemi Covid-19, di mana gelombang wisatawan asing mulai masuk ke Indonesia. Bhima menyayangkan jika KUHP itu justru tidak mendukung kebangkitan bisnis pariwisata internasional ke Indonesia.
Dampaknya, dia berujar, akan banyak wisatawan asing yang melakukan cancellation atau pembatalan untuk datang ke Indonesia karena KUHP. “Jadi ini serius untuk investasi di sektor wisata. Pengembangan kawasan wisata, apalagi pemerintah mau mendorong medical tourism itu bisa terganggu rencananya,” tutur Bhima.
Selanjutnya: Ekonom kecewa dengan pasal kebebasan berpendapat dan penghinaan pemerintah