Kelompok tanaman padi menjadi penyumbang terbesar kenaikan tersebut. Menurut Mujahidin, hal itu terlihat dari kenaikan harga gabah dan beras saat ini, yang bahkan menurut BPS sudah mengalami inflasi selama lima bulan terakhir. Penyebabnya adalah terbatasnya panen pada akhir tahun sehingga memicu kenaikan harga.
"Persoalannya apakah ini secara langsung dinikmati oleh petani? Ini yang menurut kita di SPI tidak otomatis terjadi, karena stok gabah atau beras sudah tersebar baik itu di Bulog, pedagang, penggilingan maupun rumah tangga,” tuturnya.
Karena itu, impor beras yang dilakukan pemerintah karena cadangan beras di Bulog tiris adalah bentuk dari belum ditanganinya persoalan pangan di Indonesia secara komprehensif. Pasalnya, permasalahannya sama dan terjadi berulang kali, yaitu soal perbedaan data antara kementerian maupun lembaga. Padahal menurutnya, persoalan ini sudah diantisipasi dengan perbaikan-perbaikan data, seperti penggunaan data tunggal, sehingga terhindari dari tarik-menarik kepentingan.
Persoalan cadangan beras pemerintah, ucap Mujahid, seharusnya dapat diantisipasi lebih baik dengan melakukan beberapa perubahan kebijakan. Pertama adalah perubahan harga pembelian pemerintah (HPP). Menurut dia HPP sudah tidak relevan dan harus segera direvisi. Pasalnya, harga saat ini beserta persyaratan penyerapan Bulog yang cukup ketat membuat petani lebih memilih menjual tengkulak dibandingkan kepada Bulog.
SPI pun menyarankan Bulog bekerja sama dengan koperasi-koperasi petani untuk merancang skema penyerapan beras, dengan harga yang adil baik bagi petani maupun pemerintah. SPI juga meminta serius untuk mempertahankan lahan pangan yang ada karena Indonesia sedang dihadapkan pada laju konversi lahan pangan yang masif.
Meski ada UU Perlindungan Lahan Pangan Berkelanjutan, ia menilai implementasinya sangat lamban. Sebagai gambaran, lahan perkebunan sawit mencapai 20 juta hektar, sementara lahan pangan hanya sekitar 7 juta hektar. "Ini yang harusnya menjadi perhatian pemerintah,” tuturnya.
Adapun pemerintah mengimpor beras karena stok cadangan beras di gudang Bulog sudah semakin menipis. Hal itu disampaikan oleh Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi usai Sidang Kabinet Paripurna di Istana Negara, Jakarta pada Senin, 6 Desember 2022.
Menanggapi kekhawatiran petani atas importasi itu, Arief berjanji impor beras tidak akan mengganggu hasil panen dalam negeri. Menurut dia, beras impor itu hanya akan digunakan untuk kegiatan pengendalian harga dan pemenuhan pangan di tengah kondisi darurat atau bencana melalui Perum Bulog.
Bapanas menyatakan impor beras komersial itu merupakan persediaan akhir tahun ini sampai menunggu panen raya pada Februari hingga Maret 2023. Selanjutnya, pemerintah melalui Bulog akan menyerap hasil panen dalam negeri pada Februari hingga Maret 2023 hingga stok Bulog mencapai 1,2 juta ton sesuai target.
“Kita pastikan betul beras komersial ini tidak akan mengganggu beras dalam negeri produksi petani," ucap Arief.
RIANI SANUSI PUTRI
Baca: Pemerintah Resmi Impor Beras 200 Ribu Ton, Bapanas: Hanya untuk Kegiatan Pemerintah
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini