TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia atau Apindo Hariyadi Sukamdani mengingatkan dampak situasi ekonomi di Cina setelah pemberlakukan lockdown ketat karena pandemi Covid-19. Negara tersebut masih memberlakukan lockdown, namun pemerintah setempat dikabarkan mengalami kesulitan pembiayaan akibat keputusan tersebut.
“Saya juga agak miris melihat bagaimana nanti dalam situasi kebijakan yang sangat ketat dari Cina ini impact-nya ke kita dan semua dunia juga. Karena Cina termasuk motor pertumbuhan ekonomi dunia,” ujar dia dalam diskusi hybrid bertajuk ‘Mengelola Ketidakpastian Ekonomi di Tahun Politik’ pada Senin, 5 Desember 2022.
Hariyadi mengaku belum mengetahui sampai kapan kebijakan lockdown di Cina itu akan berakhir. Dia menuturkan kebijakan tersebut dapat berpengaruh signifikan terhadap transaksi kerja sama dengan Cina yang nilainya diperkirakan mencapai US$ 135 miliar.
Baca juga: Otoritas China Mulai Menyelidiki Protes Anti-Pembatasan COVID-19
Kebijakan ini pun dikhawatirkan menganggu perekonomian Indonesia. “Kalau sampai sana Ini berkelanjutan tentu di 2023 juga akan ada pengaruhnya,” ucap Hariyadi.
Menurut dia, melihat tren pertumbuhan ekonomi pada kuartal empat, kondisi ekonomi sangat rentan karena ancaman perekonomian global yang signifikan. Selain kondisi di Cina, inflasi global juga akan terus meningkat dan tidak bisa dikendalikan.
Ditambah, tren pengetatan likuiditas dan kenaikan suku bunga yang dimulai di Amerika Serikat. The Fed terus agresif menormalisasi dan meningkatkan suku bunga. Hal itu juga direspons oleh Bank Indonesia. Tak smpai di situ, kondisi-kondisi global ini menyebabkan potensi krisis keuangan menguat.
“Kita sudah mendengar kolaps-nya crypto yang sangat luar biasa dampaknya. Banyak orang menaruh investasi di sana yang tiba-tiba dalam sekejap tiba-tiba hilang dari eksistensinya,” tutur Hariyadi.
Haryadi pun cemas akan potensi stagflasi--inflasi yang tinggi dikombinasikan dengan faktor lain. “Faktor-faktor pelemahan ekonomi yang akhirnya juga akan menimbulkan potensi stagflasi,” ujar Hariyadi.
Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad meminta pemerintah menyusun skenario khusus untuk menghadapi kondisi ekonomi 2023. Selain krisis global, Indonesia akan menghadapi tantangan tahun politik.
“Indonesia harus memiliki skenario-skenario bagaimana menghadapi uncertainty (ketidakpastian) yang cukup tinggi di tahun depan,” ujar dia.
Dari sisi global, Indef melihat tantangan bagi ekonomi Indonesia bermuasal dari krisis karena perang Rusia dan Ukraina yang tak pasti kapan akan berakhir. Sedangkan dari faktor internal, Indonesia akan menghadapi tahun politik yang menantang dan penuh tidak kepastian pada 2023. Jika melihat data stock exchange, saat pemilu, tren indeks harga saham gabungan (IHSG) mengalami penurunan dari saat ini di level 7.000.
“Belum lagi nanti bicara global, inflasi, nilai tukar rupiah, dan sebagainya. Saya kira ini satu tanda bahwa memang Indonesia harus memiliki skenario, bagaimana menghadapi uncertainty yang cukup tinggi di tahun depan,” kata Tauhid.
Baca juga: Sejumlah Negara Mendukung Unjuk Rasa Menolak Lockdown di Cina
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini.