TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi mamastikan impor beras adalah jalan terakhir yang akan dilakukan pemerintah. Ia menekankan pihaknya akan mengimpor beras hanya apabila hasil panen dalam negeri memang sudah tak memadai, baik secara jumlah maupun harganya.
"Impor itu adalah alternatif terakhir, option terakhir, apabila memang diperlukan. Karena negara harus hadir di situ. Tapi kalau gaperlu ya ngapain. Gitu ya. Itu prinsip," ucapnya saat ditemui di Komplek Gelora Bung Karno, Jakarta pada Ahad, 4 Desember 2022.
Ia mengaku diperintahkan oleh Presiden Joko Widodo atau Jokowi untuk memprioritaskan penyerapan beras lokal. Terlebih Kementerian Pertanian pun telah menyatakan siap menyalurkan beras domestik untuk memenuhi kebutuhan cadangan di gudang Bulog.
Baca: Harga Telur Masih Melambung, Bapanas Benahi Tata Kelola Jagung Pakan Ternak
Tetapi pada saat kekurangan, pemerintah akan tetap terbuka terhadap opsi impor. Pasalnya, jika pemerintah memaksakan diri membeli beras domestik, menurut Arief, perebutan stok dengan swasta akan mengerek harga gabah di tingkat petani semakin tinggi.
Bapanas mencatat total kebutuhan beras Indonesia pada November hingga Desember mencapai 5 juta ton, tetapi produksi dalam negeri hanya sekitat 3 juta ton. Artinya, kata Arief, stok dalam negeri masih terbatas dan memicu persaingan yang ketat antara Bulog dan perusahaan swasta. Imbasnya, harga gabah bisa semakin melonjak. Jika harga terlalu tinggi, kemungkinan Bulog tidak akan mampu menyerap dari dalam negeri.
Selanjutnya: Perbandingan harga beras di penggilingan dan beras impor