Kondisi serupa terjadi Korea Selatan dengan berbagai produk lokalnya. Jokowi mengaku pernah bertanya resep ekonomi ini kepada Presiden Yoon Suk-yeol. Jokowi pun mendapat informasi bagaimana Korea Selatan tak ingin mengikuti apa yang sudah diperbuat negara maju di barat. Korea Selatan memilih untuk unggul di produk yang mereka kuasai.
"Kalau kita mengikuti, kita selalu di belakangnya terus. Kalau kita tangganya mengikuti, ya kita kan di bawahnya dia terus," ujar mantan Gubernur DKI Jakarta ini.
Jokowi melihat Indonesia punya kekuatan lewat sumber daya alamnya. Cadangan nikel Indonesia nomor satu di dunia, timah nomor dua, bauksit nomor enam, dan tembaga nomor tujuh. "Punya semuanya," kata dia.
Total, Jokowi merinci tujuh bahan baku yang dibutuhkan Indonesia. Lima di antaranya sudah dimiliki, yaitu nikel, mangan, kobalt, tembaga, dan alumunium. Awalnya Indonesia kekurangan bahan keenam, yaitu grafit. Tapi sekarang sudah ada pabrik produksi grafit sintetis di Morowali, Sulawesi Tengah.
Maka tinggal tersisa bahan ketujuh yang Indonesia kekurangan yaitu lithium. Jokowi mengaku sudah bicara dengan Perdana Menteri Australia Anthony Albanese untuk memberi lithium dari negaranya. "Tapi ternyata dari kita (orang Indonesia) sudah ada yang punya tambang di sana," kata Jokowi.
Dengan kenyataan inilah, Jokowi ingin membuat hasil tambang yang jadi komponen baterai listrik menjadi sebuah ekosistem besar. Sehingga dengan keyakinan akan menguasai 60 persen pangsa pasar baterai listrik dunia, Jokowi menebar ambisinya tersebut. "Sekali lagi harus kita bisa mendesain negara lain tergantung kepada kita," kata dia.
Baca: Jokowi Minta Jajaran Cari Solusi Kenaikan Harga di Pasar Malangjiwan Colomadu
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini