JAKARTA - Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) atau Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) telah merumuskan enam strategi transformasi ekonomi Indonesia yang dikenal sebagai “game-changers”. Sebagai salah satu strategi tersebut, Ekonomi Hijau didukung oleh kebijakan Pembangunan Rendah Karbon dan Berketahanan Iklim (PRKBI). Kebijakan yang bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dengan tetap mempertahankan kualitas lingkungan telah diintegrasikan ke dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.
Pembangunan Rendah Karbon (PRK) yang merupakan bentuk implementasi mandat Article 3.4 United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) berfokus pada lima sektor, yaitu penanganan limbah dan ekonomi sirkular, pengembangan industri hijau, pembangunan energi berkelanjutan, rendah karbon laut dan pesisir, serta pemulihan lahan berkelanjutan. Sebagai bagian dari implementasi PRK, Kementerian PPN/Bappenas melakukan studi penerapan ekonomi sirkular dan studi food loss and waste yang menunjukkan peluang peningkatan Pendapatan Domestik Bruto (PDB) sebesar Rp 593-638 triliun, menciptakan 4,4 juta lapangan kerja, mengurangi limbah sebesar 18-52 persen, serta menurunkan emisi gas rumah kaca sebesar 126 juta ton karbondioksida.
Di bawah kerangka kebijakan PRK, disusun pula skenario untuk mencapai Net-Zero Emission (NZE) Indonesia pada tahun 2060 atau lebih cepat. Untuk mencapai target NZE pada 2060, Indonesia membutuhkan total investasi sebesar Rp 77.000 triliun hingga 2060. Laporan “A Green Economy for a Net Zero Future: How Indonesia Can Build Back Better after Covid-19 with The Low Carbon Development Initiative” menunjukkan, skenario NZE akan mampu mewujudkan visi Indonesia 2045 untuk, menjadi negara berpendapatan tinggi dengan target USD 13.980-14.495.
Skenario NZE tidak hanya memuat intervensi kebijakan di sektor energi, tetapi juga lahan, limbah, maupun fiskal. Di sektor energi, intervensi kebijakan utama yang didorong ialah penerapan program efisiensi energi yang, sejalan dengan peningkatan energi baru terbarukan (EBT), khususnya di sektor kelistrikan. Selanjutnya intervensi kebijakan, skenario NZE di sektor lahan mampu meningkatkan tutupan hutan sekunder dan melindungi hutan primer. Pada 2060, upaya restorasi lahan dapat meningkatkan tutupan hutan sekunder seluas 4,1 juta ha dan melindungi 3,2 juta ha hutan primer.
Selain manfaat di sektor-sektor PRK, kebijakan NZE juga mampu menciptakan lapangan kerja baru hingga 7-10 kali lipat dibandingkan investasi konvensional, bahkan hingga 1,8-2,2 juta lapangan kerja pada 2030. "Target Indonesia untuk mencapai NZE pada 2060 atau lebih cepat merupakan pencapaian signifikan dalam upaya penanggulangan perubahan iklim," kata Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa.
Sejalan dengan Pembangunan Rendah Karbon, pemerintah juga berupaya membangun ketahanan iklim untuk meminimalkan kerugian ekonomi dan sosial yang ditimbulkan dari perubahan kondisi lingkungan akibat perubahan iklim. Pembangunan Berketahanan Iklim berfokus pada empat sektor prioritas utama, yakni perairan, kelautan dan pesisir, kesehatan, dan pertanian.
Studi Kementerian PPN/Bappenas menunjukkan, akibat dampak perubahan iklim, Indonesia berpotensi mengalami kerugian hingga Rp 115 triliun pada tahun 2024. Dengan intervensi kebijakan Pembangunan Rendah Karbon dan Berketahanan Iklim sebagaimana tertuang dalam RPJMN 2020-2024, potensi kehilangan ekonomi tersebut dapat turun hingga 50,4 persen menjadi Rp 57 triliun pada 2024.
Untuk mendukung penyusunan kebijakan Pembangunan Berketahanan Iklim (PBI) di Indonesia, Kementerian PPN/Bappenas telah meluncurkan enam serial buku PBI. Pertama, Lokasi Prioritas dan Daftar Aksi Ketahanan Iklim; kedua, Kelembagaan Pusat dan Daerah; ketiga, Peran Lembaga Non-Pemerintah dalam Ketahanan Iklim; keempat, Sumber-sumber Pendanaan untuk Mendukung Rencana dan Aksi Ketahanan Iklim; kelima, Mekanisme Pemantauan, Evaluasi, dan Pelaporan; dan keenam, Buku Ringkasan Eksekutif PBI.
Suharso Monoarfa mengatakan, selain kebijakan dan peta jalan menuju Ekonomi Hijau, yang tak kalah penting adalah memulai transformasi Ekonomi Hijau itu sendiri dengan menyatukan visi misi dan kolaborasi di antara pemangku kepentingan. "Jangan sampai terlambat dalam memulai transisi menuju ekonomi hijau," katanya. "Kolaborasi aktif dari seluruh pihak terkait sangat diperlukan untuk memberikan hasil yang bermakna dan dirasakan masyarakat."
Kementerian PPN/Bappenas akan mempertemukan semua stakeholder yang berperan dalam transisi menuju Ekonomi Hijau dalam konferensi tahunan SDGs Indonesia 2022 atau SDGs Annual Conference 2022. SDGs Annual Conference 2022 yang mengangkat tema "Mendorong Aksi Nyata Ekonomi Hijau untuk Mencapai SDGs" akan berlangsung di Hotel Sultan Jakarta, pada 1-2 Desember 2022.
Dalam konferensi tersebut, terdapat tiga sesi diskusi dengan pembicara yang memiliki gagasan serta aksi nyata untuk mendorong transformasi menuju Ekonomi Hijau. Sesi pertama bertema "Ekonomi Hijau untuk Pembangunan Berkelanjutan dan Inklusif", sesi kedua "Ekosistem yang Mendukung Pelaksanaan Ekonomi Hijau untuk Pencapaian TPB/SDGs", dan sesi ketiga tentang "Upaya dan Inovasi Kemitraan Multi Pihak untuk Mendorong Tata Kelola dan Kelembagaan Ekonomi Hijau".
Sejumlah pembicara yang akan hadir di antaranya, UN Resident Coordinator di Indonesia Valerie Julliand yang menyampaikan tentang Kemitraan Global dan Strategi UN System dalam Mendorong Implementasi Ekonomi Hijau, mantan Menteri Riset dan Teknologi Indonesia Bambang P.S. Brodjonegoro yang berbicara tentang Ekonomi Digital dalam Mendukung Pembangunan Berkelanjutan, hingga Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil tentang Tata Kelola dan Kelembagaan Ekonomi Hijau untuk Pencapaian TPB/SDGs - Pelaksanaan Pembangunan Rendah Karbon.
Ikuti perbincangan menarik dalam SDGs Annual Conference 2022 dengan mendaftar di sini. (*)