TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira memprediksi industri financial technology (fintech) atau teknologi finansial yang sifatnya paylater akan mengalami peningkatan pesat pada 2024.
“Ada tren menarik yang tumbuh positif, yaitu BNPL (buy now pay later), di mana fintech yang sifatnya paylater terintegrasi dengan ekosistem,” ujar Bhima ketika dihubungi oleh Tempo pada Senin, 28 November 2022. Saat ini, kata Bhima, paylater tidak hanya menjadi channel pinjaman, tapi juga alat atau metode transaksi.
Sebab, akses paylater mudah. Ditambah, tenornya disesuaikan dengan kebutuhan pengguna. “Jadi ada tren BNPL itu makin naik. Makanya, saya prediksi sampai 2024 akan terjadi pertumbuhan dua kali lipat dari bisnis BNPL,” tutur Bhima.
Baca juga: Bank Indonesia Catat Indeks Keyakinan Konsumen Juni 2022 Stabil
Hasil studi Kredivo 2022 menunjukkan peningkatan penggunaan paylater yang sebelumnya pada 2021 sebesar 12 persen meningkat 17 persen pada 2022. Hasil riset menunjukkan keunggulan utama yang paling dirasakan oleh konsumen adalah aspek pemenuhan kebutuhan, terutama saat mereka tidak memiliki kecukupan dana. Selain itu, paylater merupakan alternatif pembayaran cicilan selain kartu kredit.
Lebih dari separuh konsumen mengaku merasakan manfaat fleksibilitas dengan pembayaran cicilan. Khususnya, bagi mereka yang sebelumnya kesulitan mendapatkan kredit. Dari sisi keamanan, penyedia paylater terintegrasi dengan e-commerce sudah terdaftar dan diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangen (OJK).
Sebaliknya, fintech dengan payment--lebih familiar dikenal dompet digital (e-wallet)--tengah menghadapi tantangan dari perubahan pola konsumsi masyarakat. “Sebelumnya (selama pandemi) belanja dengan e-wallet lewat e-commerce, sekarang mulai terjadi perubahan menjadi belanja fisik,” ucap dia.
Perubahan drastis terjadi karena regulasi. Salah satunya sejak adanya QRIS atau pembayaran melalui kode QR. Hal ini membuat sebagian besar pengguna e-wallet kembali menggunakan mobile banking. Karena faktor ini, Bhima mengatakan pertumbuhannya ke depan bisa jadi melambat.
Lebih lanjut, Bhima memaparkan beberapa strategi bagi industri fintech untuk bertahan di tengah pelemahan ekonomi. “Pertama, startup yang bisa memadukan antara perilaku konsumsi secara online dengan perubahan gaya hidup dengan berbelanja di toko fisik,” jelasnya.
Kemudian, startup dengan manajemen risiko yang baik, mampu mengedukasi keuangan atau literasi keuangan kepada calon peminjam, dan startup yang bisnisnya terintegrasi dengan business to business.
DEFARA DHANYA PARAMITHA
Baca juga: G20 Sepakat Bantu Negara Miskin Rp 1.200 Triliun
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini