Belum lagi, kata Said Iqbal, makan di Warteg tiga kali sehari dengan anggaran Rp 40 ribu per hari atau menghabiskan Rp 1,2 juta sebulan. Kemudian biaya listrik Rp 400 ribu, biaya komunikasi Rp 300 ribu, sehingga totalnya Rp 3,7 juta sebulan.
"Jika upah buruh DKI Rp 4,9 juta dikurangi Rp 3,7 juta hanya sisanya Rp 1,2 juta. Apakah cukup membeli pakaian, air minum, iuran warga, dan berbagai kebutuhan yang lain? Jadi dengan kenaikan 5,6 persen buruh DKI tetap miskin," kata Said Iqbal.
Dia mengingatkan UMP DKI yang naik 5,6 persen akan mengakibatkan UMK di seluruh Indonesia menjadi kecil. Untuk itu, dia mendesak agar UMP DKI direvisi menjadi sebesar 10,55 persen sebagai jalan kompromi dari serikat buruh yang sebelumnya mengusulkan 13 persen.
Partai Buruh dan organisasi serikat buruh, Said Iqbal berujar, mengapresiaai sikap pemerintah yang menggunakan Permenaker Nomor 18 Tahun 2022 dan tidak lagi menggunakan PP 36/2021. Buru, kata dia, juga meminta bupati dan wali kota dalam merekomendasikan nilai UMK ke gubernur adalah sebesar antara 10-13 persen.
“Jika tuntutan di atas tidak didengar, mulai minggu depan akan ada aksi besar di berbagai daerah di seluruh Indonesia. Untuk menyuarakan kenaikan upah sebesar 10-13 persen,” tutur Said Iqbal.
Baca juga: Pengusaha Ajukan Uji Materiil Aturan Kenaikan Upah, Buruh Kecam Keras: Serakah
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini