Namun, jika melihat kondisi keuangan masing-masing perseroan yang memprihatinkan, maka kecil kemungkinan perusahaan-peruahaan tersebut akan memiliki cukup likuiditas untuk membeli seluruh saham yang beredar di masyarakat. Karenanya, yang memungkinkan terjadi adalah akan akan diadakannya pasar negosiasi untuk pasar investor ritel menjual sahamnya di luar dari bursa BEI.
“Dan kemungkinan besarnya pula, di pasar negosiasi ini akan sangat sedikit pembeli sehingga membuat harga saham jatuh ke nilai paling rendah,” kata Andri.
Andri berujar investor ritel bisa memutuskan untuk mempertahankan saham tersebut setelah delisting dengan harapan perusahaan tersebut akan membaik atau bahkan relisting kembali. Namun hal tersebut kemungkinannya sangat kecil. Sedangkan hal yang biasa terjadi, perusahaan-perusahaan tersebut akan segera dilikuidasi, sehingga pemegang saham hampir bisa dipastikan tidak akan mendapatkan apapun.
“Risiko inilah yang harus diketahui investor ritel mengenai keputusan dalam mengambil posisi terhadap saham-saham dengan kondisi seperti ini,” kata dia.
Berdasakan keterangan pada laman BEI emiten dengan kode saha POSA tersebut telah disuspensi di seluruh Pasar selama 24 bulan. Diketahui pula sebanyak 20,29 persen atau sebanyak 1,7 miliar dari keseluruhan saham merupakan milik masyarakat.
Kemudian emiten yang terancam delisting adalah PT Sri Rejeki Isman Tbk. (SRIL). Emiten yang lebih dikenal dengan sebutan Sritex ini telah disuspensi di Seluruh Pasar selama 18 bulan dan masa suspensi akan mencapai 24 bulan pada tanggal 18 Mei 2023.
Terdapat 39,89 persen atau sebanyak 8,1 miliar saham yang beredar di masyarakat. Sedangkan PT Huddleston Indonesia sebagai pengendali saham dengan memiliki 59,03 persen saham.
PT Jakarta Kyoei Steel Works Tbk. (JKSW) menjadi emiten yang masuk potensi delisting BEI. Berdasakan keterangan BEI, suspense JKSW telah mencapai 42 bulan pada tanggal 2 November 2022.
Sebanyak 59,15 juta lembar saham atau 39,44 persen saham yang beredar di masyarakat. Saham JKSW diperdagangkan terakhir dengan harga Rp60 per lembar.
Terakhir yaitu PT Eureka Prima Jakarta Tbk. (LCGP) yang telah disuspensi BEI dan mencapai 42 bulan pada tanggal 2 November 2022. LCGP menjadi emiten yang sahamnya paling banyak dipegang masyarakat. Sebanyak 4,9 miliar atau 87,20 persen saham beredar di masyarakat.
RIRI RAHAYU | BISNIS
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini