"Kita harapkan, karena harga sudah berubah, jadi kita sesuaikan. Tarif dari sisi fairness dan equity antar-FKTP juga perlu ditingkatkan," katanya.
Dalam hal ini, pemerintah akan meningkatkan peran rumah sakit kelas C dan D sehingga layanan pasien tidak menumpuk di RS kelas A. Kemudian, pemerintah berencana menerapkan kapitasi tidak sama rata atau tergantung risiko per daerahnya.
Daerah yang populasinya tua, kata Budi Gundi, tidak bisa disamakan dengan daerah mayoritas populasinya anak muda. "Misalnya Yogya, banyak yang populasinya tua, sehingga beban puskesmasnya lebih tinggi dibandingkan Bali. Sehingga, kapitasi di-adjust sesuai risiko daerah," ucapnya.
Konglomerat pakai BPJS Kesehatan
Selain meminta agar masyarakat kaya tak menjadi beban bagi BPJS Kesehatan, Budi Gunadi pun menyoroti konglomerat yang mendapatkan layanan kesehatan dari asuransi tersebut. Dia menyatakan akan melihat pengguna BPJS Kesehatan berdasarkan tagihan listriknya.
"Saya mau lihat, seribu orang yang expense-nya di BPJS, saya mau tarik datanya. Saya mau lihat tagihan PLN bayarnya berapa kVA. Kalau kVA nya udah di atas 6.600, ya pasti itu adalah orang yang salah,” ujar Budi Gunadi seperti dikutip dari Bisnis.
Imbasnya, Budi mengimbuhkan, kondisi itu mengakibatkan keuangan BPJS Kesehatan berpotensi negatif. Dia pun akan meminta Dewan Pengawas BPJS Kesehatan melakukan mitigasi risiko.
"Itu siapa yang top one thousand paling banyak, kita lihat siapa spending-nya paling banyak habis. Itu paling gampang dilihat dari NIK dan listrik. Kalau enggak, sama limit kartu kredit itu bisa dilihat, karena itu bukan orang yang tepat kita bayarin,” tuturnya.
FRANCISCA CHRISTY ROSANA | BISNIS
Baca juga: Pekerja Bendungan Temef Protes Tak Dapat Jaminan BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini