TEMPO.CO, Bali - Menteri Energi dan Sumber Daya Alam (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan industri minyak dan gas sedang menghadapi tantangan kritis. Alasannya, kata dia, karena dunia semakin bertransformasi menuju transisi energi bersih untuk mengurangi emisi CO2.
“Perusahaan minyak dan gas perlu mengatasi transisi ini dengan mengambil langkah signifikan dalam mengurangi emisi gas rumah kaca dalam operasi mereka. Untuk mendukung dunia nol bersih,” ujar dia di acara 3rd International Convention on Indonesian Upstream Oil and Gas 2022 di Bali Nusa Dua Convention Center, Kuta, Bali pada Rabu, 23 November 2022.
Baca: Pastikan Industri Hulu Migas Belum Sunset, SKK Migas: Malah Sunrise
Menurut dia, dorongan transisi energi untuk memenuhi target yang lebih hijau membuat sektor keuangan berhenti mendanai proyek minyak dan gas baru. Karena memberikan lebih banyak dana untuk pembangunan terbarukan, hal ini menyebabkan kurangnya investasi dalam eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas.
Menyikapi transisi tersebut, kata Arifin, sejumlah perusahaan migas melakukan diversifikasi operasinya. Yaitu dengan berinvestasi di bidang non-inti misalnya pengembangan energi terbarukan, kelistrikan, dan baterai.
“Namun, meski ada tantangan tersebut, permintaan minyak dan gas masih tumbuh terutama di wilayah berkembang seperti India, Afrika dan Asia. Di mana pertumbuhan ekonomi, urbanisasi, industrialisasi dan kendaraan akan melonjak secara signifikan,” ucap Arifin.
Mengacu pada 2022 OPEC World Oil Outlook 2045, dia menjelaskan, permintaan minyak sebagai bahan bakar utama diproyeksikan meningkat dari 88 ribu barel setara minyak per hari (MBOEPD) pada 2021 menjadi 101 MBOEPD pada 2045. Sementara porsinya dalam bauran energi menurun dari 31 persen menjadi sedikit di bawah 29 persen.
“Permintaan gas juga diantisipasi meningkat dari 66 MBOEPD pada 2021 menjadi 85 MBOEPD pada 2045, bagiannya dalam bauran energi akan meningkat dari 23 persen menjadi 24 persen,” tutur Arifin.
Baca: Kepala SKK Migas Sebut Industri Hulu Minyak dan Gas RI Butuh Investasi USD 179 Miliar
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini