Sementara itu, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyatakan akan mengajukan gugatan ihwal aturan baru upah minimum itu. Ketua Bidang Ketenagakerjaan Apindo, Antonius Joenoes Supit mempertanyakan kebijakan kenaikan UMP tersebut. "Kalau peraturan menteri yang tidak sejalan dengan UU atau PP, benar atau salah? Itu saja," ujar dia saat dihubungi pada Ahad, 20 November 2022.
Kendati demikian, Antonius berujar asosiasinya masih akan melakukan diskusi internal untuk membahas langkah berikutnya atas peraturan menteri tersebut. “Kita akan diskusikan internal. Saya kebetulan masih di luar kota,” kata dia.
Adapun pemerintah memutuskan untuk menaikan minimum provinsi (UMP) dan upah minimum kabupaten dan kota (UMK) untuk kemampuan daya beli masyarakat. "Kemampuan daya beli itu diwakili variabel tingkat inflasi dan variabel pertumbuhan ekonomi yang tercipta dari indikator produktivitas dan indikator perluasan kesempatan kerja," tutur Ida Fauziyah dalam video YouTube Kementerian Ketenagakerjaan diunggah pada Sabtu, 19 November 2022.
Menurut dia, saat ini kondisi sosial ekonomi masyarakat belum sepenuhnya pulih akibat dampak pandemi Covid-19. Daya beli juga semakin menurun seiring ketidakpastian ekonomi global yang berimplikasi menekan laju pemulihan ekonomi nasional. Padahal struktur ekonomi nasional mayoritas di sumbang oleh konsumsi masyarakat. Maka pemulihannya sangat dipengaruhi oleh daya beli dan fluktuasi harga.
Karena itu, pemerintah tak lagi menggunakan Peraturan Pemerintah (PP) 36 tahun 2021 tentang Pengupahan sebagai acuan karena dinilai belum dapat mengakomodir dampak dari kondisi sosial ekonomi masyarakat. Dalam beleid itu, penentuan upah minimum tidak seimbang dengan laju kenaikan harga-harga barang.
"Sehingga dikhawatirkan akan mengakibatkan menurunnya daya beli pekerja terjadi kembali di tahun 2023," ucap Ida.
RIANI SANUSI PUTRI | MOH KHORY ALFARIZI
Baca: Aturan Kenaikan Upah Minimum Diteken, Buruh: Pasal Maksimal 10 Persen Membingungkan
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini