TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) menyatakan bahwa kondisi geopolitik global menjadi hal utama yang akan menjadi perhatian dalam pergerakan aliran investasi pada 2023.
Deputi Bidang Perencanaan Penanaman Modal Kementerian Investasi Indra Darmawan mengatakan geopolitik global merupakan salah satu "Top of Mind" para CEO dunia sebagaimana hasil survei McKinsey.
"Saya baca di survei McKinsey, 700 CEO ditanya apa yang jadi Top of Mind-nya, jawaban pertama mereka geopolitik. Jadi CEO global sekarang memikirkan ini. Mereka memikirkan situasi di Ukraina, harga gas di Eropa, inflasi di Amerika, dan kebijakan COVID-19 di China," katanya dalam webinar "Expanding Investment Amid Geopolitical Conflicts" yang dipantau di Jakarta, Senin, 21 November 2022.
Baca: KTT G20, RI Kumpulkan Komitmen Investasi Rp 125 Triliun dari Korsel, Cina dan...
Kondisi Indonesia sendiri secara makro, menurut Indra, tidaklah buruk, terutama dalam tiga tahun terakhir. Meski diakui sempat mengalami resesi pada 2020 lalu, tapi Indonesia kembali pulih bahkan jauh lebih baik dibanding banyak negara dunia.
"Menjaga pertumbuhan ekonomi di atas 5 persen itu juga hasil kerja keras kita dan keberuntungan dari tingginya harga komoditas di tingkat global," katanya.
Meski demikian, lanjut Indra, bukan resesi yang kemungkinan dihadapi Indonesia melainkan permintaan yang melambat akibat kondisi geopolitik pada 2023.
Ia juga menyebut cara pemerintah merespons permintaan global yang melambat juga merupakan tantangan berat. Permintaan global yang melambat, juga tingkat inflasi tinggi, dan suku bunga tinggi tentu akan mempengaruhi neraca perusahaan, baik kecil maupun besar.
"Perusahaan yang punya utang besar dalam dolar AS akan sangat waspada. Jadi tone 2023 itu optimis tapi waspada," kata Indra.
Senada, Kepala Ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro mengatakan faktor dasar krisis yang terjadi saat ini adalah kondisi geopolitik. Namun, Indonesia punya faktor pendukung untuk bisa tetap tumbuh di tengah tantangan yang ada.
Pertama, karena pertumbuhan ekonomi Indonesia yang relatif kuat dalam lima tahun terakhir, bahkan di saat pandemi.
Begitu pula dengan kebijakan pemerintah pusat dan daerah dalam mengendalikan tingkat inflasi. Terakhir, koordinasi kebijakan antara pengendali moneter, fiskal, dan badan investasi.
"Ketika semua negara mengalami resesi, dampak langsungnya ke perdagangan dan selera investasi. Tapi yang kami lihat, Indonesia masih punya peluang karena dibanding banyak negara, kita punya indikator positif, dalam 5-10 tahun ke depan, pertumbuhan bisa sekitar 5 persen dan bisa mengendalikan inflasi. Situasi ini sangat sulit ditemukan di negara lain. Tentu ini jadi peluang," kata Andry.
Baca: Bahlil Tagih Perusahaan Prancis Realisasikan Rencana Investasi USD 2,5 Miliar di Weda Bay
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini