Kondisi yang lebih memelas dialami Wayan Ardani. Perempuan asal Klungkung, 42 tahun, itu bahkan tak mendapatkan limpasan transaksi dari tamu-tamu KTT G20 yang datang. Penjual cenderamata yang telah menempati lapak sejak 2004 lalu itu kudu gigit jari karena sepekan terakhir, tak sepeser pun barangnya laku terjual.
"Biasanya sehari dapat Rp 300-400 ribu. Ini selama ada ini sepeser pun nggak dapat. Mungkin karena para tamu diarahkan beli suvenir di tempat yang di sana (pusat oleh-oleh)," kata Wayan.
KTT G20 berlangsung pada 15-16 November. Namun rangkaiannya sudah berlangsung sejak 13 November lalu. Pemerintah membatasi jumlah pengunjung di Nusa Dua dengan menerapkan skema lalu-lintas ganjil-genap. Beberapa ruas jalan juga ditutup pada momen-momen tertentu, misalnya saat gala dinner para tamu KTT.
Menurut pantauan Tempo, selama KTT G20, kios-kios di kawasan depan gerbang ITDC--yang juga menjadi salah satu pusat kegiatan perhelatan internasional--tidak tutup. Namun, suasananya lengang. Para pedagang hanya duduk-duduk menunggu tamu, juga sesekali menawari delegasi yang berjalan kaki di sekitar area tersebut untuk mampir.
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno mengklaim KTT G20 akan menggerakkan ekonomi Bali. Selain okupansi yang naik hingga 70 persen, KTT G20 berdampak terhadap ekosistem pariwisata dan ekonomi kreatif lainnya, seperti penyewaan kendaraan, penjualan UMKM hingga terciptanya lapangan kerja baru.
"Penyewaan kendaraan juga sangat penuh, UMKM terbantukan penjualannya naik dua sampai tiga kali lipat dan lapangan kerja juga tercipta, dan ini bagian dari penciptaan 1,1 juta lapangan kerja baru di tahun ini di sektor pariwisata," kata dia, akhir Oktober lalu.
FRANCISSCA CHRISTY ROSANA | ANTARA
Baca: Ini Hasil KTT G20 Indonesia 2022
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini