TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Sahat Sinaga mengatakan pengusaha sawit tidak setuju dengan kebijakan pemenuhan kebutuhan domestik atau domestic market obligation (DMO).
"Karena kompleks, tidak cocok untuk jenis migor (minyak goreng). Beda dengan batu bara gampang dikontrol," ujar Sahat saat ditemui di kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta Pusat pada 11 November 2022.
Ia menjelaskan aturan DMO dapat diterapkan pada komoditas batu bara karena hanya ada satu pemain lokal, yakni PT PLN (Persero). Sehingga, mudah ditelusuri jejaknya. Sebaliknya, pemain komoditas sawit jumlahnya mencapai ratusan. Jadi menurut Sahat, kebijakan DMO ini akan sangat kompleks jika diterapkan di industri sawit.
Baca juga: Produk Sawit Terancam Diblokir Nestle, Astra Agro Tampik Langgar HAM
Sahat juga menilai kebijakan DMO produk sawit diskriminatif. Sebab, hanya pengusaha besar yang bisa menikmati manfaatnya. Sedangkan pengusaha lokal, kata dia, malah akan terbebani. "Maka kami sarankan totally dicabut dan diganti dengan skema insentif," kata dia.
Skema insentif itu bukan dari APBN, melainkan pajak ekspor yang diambil oleh Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS). Apalagi, Sahat mengatakan saat ini harga sawit yang dijual ke luar negeri selalu lebih tinggi.
Dia kemudian menyarankan agar distribusi sawit ditangani oleh pemerintah, bukan swasta. Musababnya, perusahaan swasta hanya berorientasi pada profit. Sedangkan pemerintah, kata dia, akan lebih bertanggung jawab.
Ia juga mengusulkan supaya distribusi sawit itu dikelola oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pangan, yaitu Bulog dan ID Food. "Yang kami heran kenapa pemerintah tidak berani mengambil itu sebagai keputusan, ada apa?" ujar Sahat.
Sebelumnya, Ombudsman RI telah merekomendasikan kepada Kemendag untuk segera mencabut aturan DMO produk sawit atau crude palm oil (CPO). Anggota Ombudsman Republik Indonesia, Yeka Hendra Fatika, menilai kebijakan DMO bukan jalan keluar untuk memecahkan sengkarut industri minyak goreng saat ini.
Adapun kekhawatiran soal kelangkaan minyak goreng jika DMO dicabut, menurut Yeka, beralasan. Karena itu, kata dia, pemerintah perlu melaksanakan distribusi minyak goreng melalui Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Sebab, minyak goreng adalah barang kebutuhan pokok yang diproduksi secara massal dan ketersediaannya menyangkut hajat hidup orang banyak.
Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan telah mengatakan kementeriannya tak akan mengikuti rekomendasi Ombudsman RI untuk menghapus kebijakan DMO. "Enggak bisa, nanti kalau minyak ngamuk emang di sana tanggung jawab?" kata Zulkifli saat ditemui di kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta Pusat pada Ahad, 25 September 2022.
Menurut dia, aturan tersebut adalah instrumen pemerintah untk mengendalikan pasokan dan harga. Jika tak dikendalikan, ia khawatir bakal terjadi lagi gejolak minyak goreng, baik stoknya yang langka atau harganya yang melangit. Sehingga, kebijakan DMO masih akan berlaku seperti semula.
RIANI SANUSI PUTRI
Baca juga: Kemendag: Harga CPO Turun karena Kekhawatiran Resesi Global
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.