TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD, merespons Bos MNC Group, Hary Tanoesoedibjo alias Hary Tanoe yang menilai kebijakan migrasi siaran TV analog ke TV digital atau analog switch off (ASO) tidak memiliki landasan hukum yang pasti. Hary menjelaskan kebijakan itu bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PPU-XVIII/2020.
"MK enggak batalkan itu. Jadi kita siap berdebat soal itu. Putusan MK diketok sesudah kebijakan tentang ASO ini sudah jadi kebijakan. Jadi ini bukan kebijakan baru," ujar Mahfud di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, pada Jumat, 4 November 2022.
Baca: Hary Tanoe Heran Kominfo Stop TV Analog di Jabodetabek: Padahal di UU Berlaku Nasional
Menurut Mahfud MD, MK menjelaskan pelaksanaan Undang-Uandang Cipta Kerja supaya janga membuat kebijakan baru dan jauh sebelum kebijakan MK. Bahkan sebelum lahirnya undang-undang itu sudah ada kebijakan digital.
Dia menegaskan bahwa menghentikan siaran TB analog itu arahan dari International Telecommunication Union (ITU). Lembaga Perserikatan Bangsa-Bangsa atau PBB itu meminta agar masyarakat migrasi ke TV digital karena teknologinya lebih bagus dan murah. "Ini kan terasa keluar biaya karena buang yang tabung itu, mengalihkan itu kita kasih subsidi," ucap dia.
Mahfud menegaskan lagi bahwa kebijakan itu bukan hal baru, meskipun memang putusan MK berlaku ke depan, tidak bisa berlaku surut. Namun, dia berujar, kebijakan itu sudah berlaku sebelum ada putusan MK. Pemerintah juga disebutnya tidak khawatir soal itu.
"(Kalau tuntut) Ya silakan aja. Itu biasa di koran tiap hari orang nuntut orang. Kita juga bisa cuma bilang tuntutan. Kan gampang. Ya kita siap lah," tutur Mahfud.
Sebelumnya Hary Tanoe, akan mengajukan langkah hukum perihal kebijakan migrasi siaran TV analog ke TV digital atau analog switch off (ASO). Dia menganggap keputusan pemerintah tersebut tidak memiliki landasan hukum yang pasti.
Musababnya, menurut Hary, kebijakan itu bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PPU-XVIII/2020. Salah satu petitum di dalamnya menyatakan MK menangguhkan segala tindakan/ kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas.
“Serta tidak dibenarkan pula menerbitkan peraturan pelaksana baru berkaitan dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja,” tutur dia melalui pernyataan yang diuanggah di akun Instagram-nya.
Selanjutnya: Siaran TV Digital Penerapan UU Cipta Kerja