TEMPO.CO, Jakarta - Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso menyebut penyelenggaraan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 akan memberikan banyak manfaat bagi Indonesia. Dia memprediksi kontribusi G20 mencapai US$ 533 juta atau sekitar Rp 7,4 triliun terhadap produk domestik bruto (PDB).
“Total ada 438 event di 25 kota di Indonesia dengan berbagai tingkatan level pertemuan. Seluruh rangkaian itu memberikan manfaat besar terutama di dalam mendorong pertumbuhan ekonomi,” kata Susiwijono dalam keterangan resmi pada Kamis, 3 November 2022.
Konsumsi domestik juga diramal bakal naik hingga Rp 1,7 triliun. Lebih lanjut dari seluruh rangkaian kegiatan, Presidensi G20 juga diyakini bisa menyerap tenaga kerja hingga 33 ribu orang. Terutama dari sektor transportasi, akomodasi, MICE alias meeting, incentive conference exhibition dan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
“Kalau dibandingkan dengan annual meeting pada 2018 lalu, manfaat nyata bisa 1,5 hingga 2 kali lipat bahkan lebih,” kata dia.
Baca juga: Sandiaga Targetkan KTT G20 di Bali Sumbang Devisa Pariwisata USD 150 Juta
Susiwijono juga menilai manfaat yang telihat adalah mulai menggeliatnya perekonomian di Bali. Ia mencatat pada Agustus hingga akhir September, ada sekitar 15 ministerial meeting. Dari sisi trafik, sudah ada peningkatan lebih dari 70 persen di sektor transportasi.
"Dampaknya di Bali kita belum melihat betul PDRB-nya (Produk Domestik Regional Bruto). Tapi dari transportasi, trafi di Bali sudah confirm, tingkat hunian juga melebihi pra-pandemi. Demikian juga sektor pendukung side event," ucapnya.
Di sisi lain, Staf Ahli Bidang Pemanfaatan Sumber Daya kemaritiman Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) Nyoman Shuida menuturkan wisatawan mancanegara meningkat 1,8 juta hingga 3,6 juta. Selain itu, G20 akam menciptakan 600 ribu hingga 700 ribu lapangan kerja baru di sektor kuliner, fashion, dan kriya.
"G20 harus membawa manfaat maksimal kepada masyarakat Indonesia khususnya dalam penguatan ekonomi pasca pandemi ini," ujarnya.
Dari sektor hospitality business, menurut Nyoman, tingkat keterisian kamar hotel khususnya di Bali sudah melonjak tinggi ketimbang masa pandemi 2021. Ia merujuk pada data Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI). Pada masa pandemi Covid 2021 lalu, tingkat keterisian kamar hotel hanya sekitar 20 persen. Sedangkan saat ini, angkanya di kisaran 70 persen.
"Serapan tenaga kerja di sektor pariwisata, khususnya hotel, sudah mencapai sekitar 80 persen terhadap para pekerja yang saat masa pandemi dirumahkan," katanya.
Nyoman menilai pemerintah masih harus memantau, menjaga, dan meningkatkan pencapaian itu, terutama pasca-G20. Terlebih pada 2023, diprediksi terjadi krisis global seperti inflasi, krisis pangan, energi, dan lain-lain yang bakal berdampak terhadap Indonesia.
“Kami berharap KTT G20 bisa merumuskan berbagai kebijakan signifikan dan membantu persoalan-persoalan yang menyangkut pembangunan manusia dan kebudayaan di Indonesia," tutur Nyoman.
Ia menekankan proyeksi tersebut masih bersifat prediksi terhadap adanya potensi manfaat dilaksanakannya perhelatan dan Presidensi G20 di Indonesia. Adapun kepastian capaian yang riil baru bisa tercatat setelah dilakukan analisis pasca-pelaksanaan seluruh kegiatan G20.
RIANI SANUSI PUTRI
Baca Juga: Visa on Arrival Bisa Digunakan untuk 6 Jenis Kegiatan Kunjungan Ini
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.