TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal angkat bicara soal kabar pemutusan hubungan kerja atau PHK terhadap 45 ribu karyawan dari industri garmen, tekstil dan sepatu.
Ia mengaku pihaknya sudah memeriksa seluruh anggota KSPI yang berasal dari sejumlah industri tersebut dan tidak ada anggota yang di-PHK. "Partai Buruh dan KSPI sudah mendalami fakta-fakta, tidak benar ada PHK 45 ribu lebih buruh di sektor tekstil, garmen, sepatu," ucap Said dalam konferensi pers virtual, Rabu, 2 November 2022.
Said juga memastikan tidak ada PHK di industri otomotif. "Itu bohong, karena 70 persen perusahaan otomotif adalah anggota FSPMI (Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia). Dan kami melihat tidak ada PHK," katanya.
Baca: Jumat Besok, Puluhan Ribu Buruh Akan Demo di Depan Kemnaker Tuntut Upah Naik dan Tolak PHK
Dalam kesempatan itu, Said juga meminta kepada para menteri untuk tidak menjadi provokator dengan terus menyebutkan ancaman resesi global pada tahun 2023. "Kepada menteri terkait jangan menakut-nakuti rakyat dan menjadi provokator tahun 2023 bahwa ekonomi gelap dan akan ada resesi global yang melada Indonesia," katanya.
Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Jawa Barat sebelumnya mengungkapkan sekitar 43 ribu pekerja tekstil dan garmen di enam kota dan kabupaten di Jawa Barat mengalami PHK. Kondisi itu terjadi karena dampak dari pandemi Covid-19 dan konflik Rusia-Ukraina yang membuat pasar produk garmen dan tekstil yakni Eropa dan Amerika mengalami krisis.
Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Jemmy Kartiwa Sastraatmadja juga sempat memprediksi bakal terjadi PHK massal di sektor industri tekstil. Tanda-tanda ini tercermin dari penurunan ekspor yang mencapai 30 persen pada Oktober 2022.
Gangguan ekspor itu mengakibatkan utilisasi industri tekstil menurun tajam sehingga berdampak terhadap pengurangan jam kerja. "Akhirnya terjadi pemutusan hubungan kerja," ucap Jemmy saat dihubungi Tempo pada Kamis, 27 Oktober 2022.
Ia menjelaskan penurunan ekspor industri tekstil terjadi seiring pelemahan daya beli di Amerika Serikat dan Eropa. Dua kawasan itu memang masih menjadi tujuan ekspor tekstil terbesar bagi Indonesia. Ancaman resesi 2023 membuat pelaku usaha memprediksi berlanjutnya penurunan ekspor. Seiring dengan itu, ancaman gelombang PHK pun mengintai pada tahun depan.
Selanjutnya: Penurunan ekspor karena daya beli di AS dan Eropa melemah.