TEMPO.CO, Jakarta - PT Bank Mandiri (Persero) Tbk telah membuat perhitungan total kebutuhan biaya Indonesia untuk merealisasikan target nol emisi karbon (NZE) pada 2060 dan target pengurangan emisi (NDC) pada 2030 adalah sebesar US$ 281 miliar. Angka itu setara Rp 4.383,6 triliun.
Direktur Utama Bank Mandiri Darmawan Junaidi mengatakan, jika dikalkulasikan setiap tahunnya, maka kebutuhan dana untuk mengurangi emisi gas rumah kaca itu setara Rp 266,3 triliun setiap tahunnya. Dengan porsi dari keuangan negara hanya Rp 37,9 triliun.
"Terlihat bahwa ada large gap di pendanaannya. Tapi di sisi lain ini menawarkan kesempatan yang besar, terutama untuk sektor swasta," kata Darmawan dalam acara Mandiri Sustainablity Forum 2022, Rabu, 2 November 2022.
Darmawan memastikan, Bank Mandiri akan turut berkontribusi aktif dalam mendukung besarnya pembiayaan hijau tersebut. Dia mengatakan, dari total kebutuhan dana US$ 281 miliar, Bank Mandiri telah menargetkan berkontribusi konsisten sebeesar 21-23 persennya.
"Pembiayaan hijau Indonesia kami perkirakan akan mencapai US$ 281 miliar. Terkait kebutuhan tersebut Bank Mandiri menargetkan untuk secara konsisten berkontribusi sektaira 21-23 persen terhadpa porsi pembiayaan hijau nasional," ujarnya.
Bank Mandiri kata Darmawan akan juga berupaya dengan konsisten mengembangkan ekosistem pembiayaan berkelanjutan mulai dari hulu ke hilir, berdasarkan basis kekuatannya di sektor wholesale banking. Terutama Sesuai Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 51 Tahun 2017.
Darmawan berujar, hingga kuartal III - 2022, pembiayaan berkelanjutan Bank Mandiri telah mencapai Rp 221,1 triliun atau sebesar 24,3 persen dari portofolio pembiayaan secara total, di mana untuk pembiayaan hijau atau green financing mencapai Rp 101 triliun atau 11,1 persen dari portofolio perkreditan pembiayaan.
Tidak hanya dari sisi pembiayaan, Darmawan menambahkan pihaknya juga secara konsisten telah mengadopsi praktik-praktik Energy, Social, and Governance (ESG) secara lebih luas, termasuk di dalam operasional perusahaan.
“Krisis energi dan geopolitik telah menggeser isu keberlanjutan menjadi ketersediaan energi. Meski demikian, kami percaya bahwa isu ESG telah menjadi mainstream. Sekalipun ada guncangan, hal ini tetap menjadi penting ke depan,” ujar Darmawan.
Dalam persiapan COP27 di Sharm el-Sheikh di Mesir, Indonesia melalui enhanced Nationally Determined Contribution (NDC) menaikkan komitmen pengurangan emisi sebesar 31,89 persen tanpa syarat atau berdasarkan kekuatan nasional sendiri, dan sebesar 43,2 persen dengan dukungan internasional pada 2030.
Pendekatan ekonomi hijau ini menurut Darmawan telah menjadi tren kebijakan yang diterapkan oleh berbagai negara secara global guna membangun pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, tanpa terkecuali Indonesia dengan potensi dan sumber daya energi yang besar.
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini