TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Executive Energy Watch Mamit Setiawan menanggapi rencana akuisisi pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) Pelabuhan Ratu milik PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) oleh PT Bukit Asam (emiten dengan kode PTBA). Menurut dia, besarnya beban akuisisi akan memberatkan keuangan PTBA mengingatnya jumlahnya US$ 800 juta, dengan kurs dollar Rp 15.500 maka nilai transaksi setara dengan Rp 12,4 triliun.
"Jumlah tersebut setara dengan 55 persen modal PTBA yaitu Rp 22,7 triliun jika mengacu kepada laporan keuangan semester pertama 2022. Hal ini akan berdampak terhadap penurunan pembagian dividen PTBA kepada investor sehingga berdampak negatif terhadap harga saham PTBA di bursa," ujar Mamit dalam keterangan tertulis pada Selasa, 1 November 2022.
Baca: Nasib Besaran Dividen PT Bukit Asam Usai Akuisisi PLTU PLN
Menurut Mamit, saat ini lembaga pembiayaan lebih tertarik untuk memberikan pinjaman kepada pekerjaan yang mengarah ke green energy dalam rangka mengurangi emisi gas rumah kaca. Meski akuisisi ini bertujuan mempercepat pensiun dini PLTU Pelabuhan Ratu, tapi masih menggunakan energi fosil batu bara. "Akan sulit untuk mendapatkan pinjaman bagi PTBA terkait dengan rencana ini," kata dia
Mamit mengingatkan keuangan PTBA bisa anjlok karena ambisi yang tidak sesuai dengan core bisnis dari PTBA sebagai produsen batu bara, bukan pemain di pembangkit listrik. Padahal, Mamit berujar, saat ini kinerja keuangannya sedang bagus karena naiknya harga komoditas batu bara.
Dia pun menjelaskan karena sesuatu yang bukan bidangnya kemudian dipaksa dilakukan, maka pasar menilai negatif dan investor akan lari sehingga keuangan PTBA akan terganggu. "Hal bisa mengganggu kinerja operasional PTBA dalam meningkatkan produksi batubara ditengah durian runtuh tingginya harga batubara saat ini," tutur Mamit.
Mamit khawatir kehandalan PTBA dalam menyalurkan listrik ke masyarakat karena tidak pernah mengoperasikan pembangkit secara langsung. Sehingga, kata dia, jangan sampai nanti masyarakat yang dikorbankan dengan kurangnya pengalaman PTBA di bidang pembangkit listrik.
"Padahal kita tahu bahwa listrik saat ini merupakan komponen utama dalam meningkatkan perekonomian masyarakat," ucap Mamit.
Sementara Analis BRI Danareksa Sekuritas Hasan Barakwan mengatakan perjanjian kerja sama antara PTBA dengan PLN pada akuisisi PLTU Pelabuhan Ratu tidak akan mengganggu rencana PTBA untuk membagikan dividen dari pendapatan dan laba 2022.
“Kami yakin dana yang dikeluarkan PTBA akan relatif kecil dengan kas bersih PTBA yang masih cukup besar,” jelasnya dalam riset, Selasa 25 Oktober 2022.
Dalam akuisisi PLTU berkapasitas 3x350 MW tersebut, PTBA juga akan dibantu dengan pembiayaan dari pinjaman dengan asumsi sebanyak 70 persen dengan cost of fund yang cukup murah lewat green financing.
“Sementara itu, biaya yang akan dikeluarkan dari kantong PTBA sendiri sebesar 30 persen. Adapun, PTBA tidak akan mengambil 100 persen saham PLTU Pelabuhan Ratu karena anak usaha PLN, Indonesia Power masih akan memiliki saham di PLTU tersebut, artinya kas PTBA masih akan cukup besar,” ungkapnya.
Danareksa Sekuritas mempertahankan rekomendasi beli dan meningkatkan target harganya untuk saham PTBA dari Rp4.500 menjadi Rp4.600 setelah PTBA memastikan tetap bisa membagikan dividen kepada para pemegang sahamnya.
Di sisi lain, adanya PLTU berkapasitas total 1.050 MW ini memastikan serapan batu bara dari produksi PTBA yang akan mengkonsumsi sebanyak 4,5 juta ton per tahun atau sekitar 67,5 juta ton dalam 15 tahun ke depan.
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini
Baca: Kejar Target Nol Emisi Karbon 2060, ESDM Kembali Singgung Pensiun Dini PLTU Batu Bara