TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Segara Institute Piter Abdullah Redjalam hakulyakin Indonesia tidak akan mengalami resesi pada 2023. Dia memastikan perekonomian Tanah Air bakal baik-baik saja.
"Tidak ada statement yang mengatakan Indonesia akan resesi. Adanya pernyataan global akan resesi. Namun, kita harus tetap waspada," ujar Piter ketika dihubungi oleh Tempo pada Kamis malam, 27 Oktober 2022.
Sejumlah negara maju diprediksi mengalami perlambatan perekonomian pada tahun depan. Negara-negara tersebut di antaranya Inggris dan Amerika. Perlambatan terjadi karena pelbagai pukulan, seperti kondisi geopolitik, ancaman perubahan iklim, sampai Covid-19.
Kendati perlu waspada, Piter meminta masyarakat tidak panik. Sebab saat resesi global dan harga-harga barang meningkat, Piter menyatakan stok energi maupun pangan di dalam negeri masih akan tetap tersedia.
Alih-alih suram, Piter mengatakan 2023 justru menjadi momentum bagi Indonesia untuk mengejar pemulihan ekonomi dan melaksanakan normalisasi. Indonesia akan mengejar defisit APBN turun atau kembali ke posisi 3 persen seperti yang diamanatkan dalam undang-undang.
Di samping itu, Piter mengatakan di tengah resesi global, Indonesia harus mencari peluang dan melihat sektor apa saja yang akan moncer. "Saya meyakini tahun depan itu perekonomian kita akan bangkit karena pandemi. Jika dilihat dari perkembangan sekarang, akan sudah berubah menjadi endemi," ucapnya.
Baca juga: Perbedaan Resesi dan Depresi Ekonomi
Piter melanjutkan, masyarakat Indonesia pun akan kembali ke kehidupan yang normal. Sebab, kini mobilisasi masyatakat mulai normal. Ketika mobilisasi masyarakat sudah pulih sepenuhnya, ia menyebut sektor konsumsi akan kembali booming. "Yang kemarin terpuruk, atau yang agak lama pulihnya, seperti pariwisata, tahun depan akan mulai bangkit," ucap Piter.
Dana Moneter Internasional atau International Monetary Fund (IMF) menyatakan ekonomi global berisiko mengalami kerugian US$ 4 triliun pada 2026 akibat resesi. IMF telah menurunkan prediksi pertumbuhan ekonomi global menjadi hanya 2,9 persen pada 2023 seiring dengan resesi.
Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva mengatakan prospek ekonomi global gelap akibat meningkatnya risiko resesi dan ketidakstabilan keuangan. Setelah Covid-19, dunia menghadapi ancaman krisis karena invasi Rusia ke Ukraina dan bencana lantaran perubahan iklim.
"Kami mengalami perubahan mendasar dalam ekonomi global, dari dunia yang relatif mudah diprediksi ke dunia dengan lebih banyak kerapuhan, ketidakpastian yang lebih besar, volatilitas ekonomi yang lebih tinggi, konfrontasi geopolitik, dan bencana alam yang lebih sering dan menghancurkan," katanya seperti dikutip dari Reuters, awal Oktober lalu.
IMF terus menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonominya. Revisi ini bahkan sudah penurunan keempat kalinya pada tahun ini. Adapun untuk 2022, IMF memperkirakan ekonomi global tumbuh 3,2 persen.
DEFARA DHANYA PARAMITHA | REUTERS
Baca Juga: Analis: Resesi Global Tak Menyurutkan Minat Investasi Masyarakat RI
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.