TEMPO.CO, Jakarta -Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia mencatat, pengurusan merek dan perlindungan usaha, merupakan permasalahan utama yang menjadi perhatian para pengusaha asing ketika baru memulai bisnisnya.
Sub Koordinator Pencegahan Direktorat Penyidikan dan Penyelesaian Sengketa DJKI Kemenkum HAM Cecep Sarip Hidayat mengatakan catatan ini diperoleh berdasarkan berbagai kajian otoritas di negara-negara lain, serta penelitian internal Kemenkum HAM saat melakukan studi banding ke berbagai negara.
"Pelaku usaha di Indonesia lebih mengarah pada pengen langsung usaha. Tidak seperti halnya orang-orang luar," kata Cecep dalam acara Sosialisasi Pendaftaran Hak Kekayaan Intelektual (HAKI) Bagi Pelaku UMK Perseorangan yang digelar Kementerian Investasi, Rabu, 26 Oktober 2022.
Cecep menceritakan dari hasil studi banding yang telah dilakukan terlihat orang-orang asing yang baru mau memulai usaha, termasuk orang-orang asing yang baru mau berbisnis di Indonesia, hal utama yang dia lakukan adalah mengurus seluruh administrasi bisnisnya, sebelum memulai usaha.
"Realita di sana setelah kami melakukan penelitian dan studi banding, yang nomor 1 diprioritaskan oleh para pelaku usaha di luar yang masuk ke Indonesia dia minta perlindungan dulu. Masalah maju atau tidak dia nomor 10," ujar Cecep.
Cecep pun mengungkapkan alasan utama mengapa para pelaku usaha asing itu lebih memeintingkan perlindungan usahanya dulu, termasuk mengurus merek dan produknya sebagai kekayaan intelektual, sebelum menjalankan bisnis, yaitu karena dekat dengan permasalahan hukum.
"Kalau yang sudah namanya permasalahan hukum, kan itu menyita segalam macam mulai dari ekonomi, pikira,n tenaga, dan lain-lain," ucapnya.
Dia pun memberi contoh permasalahan hukum yang pernah ditangani karena lalainya pemiliki atau seorang pengusaha yang luput mendaftarkan mereknya terlebih dahulu baru menjalankan bisnisnya, yaitu sengkete merek Bumbu Cap Pohon Mangga.
"Pelaku usahanya kalau enggak salah dulu di Bandung, dia mengedepankan produksi dan market, pasarannya bagus, tapi lupa minta perlindungan," tutur Cecep.
Ketika bisnis Bumbu Cap Pohon Mangga sudah bagus, Cecep menceritakan, pemiliknya baru kepikiran untuk mendaftarkan mereknya ke DJKI Kemenkumham. Namun, ketika datang ke Kantor Merek DJKI, tiba-tiba merek bisnisnya sudah didaftarkan orang lain.
Pendaftarnya pun kata Cecep merupakan pegawainya sendiri yang merupakan orang dekat si pemilik. Orang dekatnya itu ternyata diam-diam sudah lebih dahulu mendaftarkan merek Bumbu Masa Cap Pohon Mangga ke DJKI sebelum pemiliknya mendaftarkan. Akibatnya terjadi permasalahan hukum.
Pas begitu pemiliknya mendaftarkan dia kaget sudah ada yang megajukan merek punyanya dia. Ternyata bukan siapa-siapa, tapi orang kepercayaanya dia, terjadilah permasalahn hukum," ujar Cecep.
Oleh sebab itu, Cecep menyarankan kepada seluruh pelaku usaha Indonesia, khususnya yang baru mau memulai usaha, baik pada tingkat usaha mikro, kecil, dan menengah atau UMKM untuk mendahulukan pendaftaran merek ke DJKI untuk menjaga bisnis usahanya ke depan.
"Mari kita glorakan, semarakkan, kedepankan, ayo kami mengajak mengawali dari usaha kita prioritaskan dulu yang namanya, izin-izin atau perlindungan kepada pemerintah di mana kita berada, fungsi dan manfaatnya itu sangat banyak," kata Cecep.
Baca Juga: Pengusaha Kopi Surabaya Ungkap Proses Penting Bisnisnya: Terjun ke Kebun dan Interaksi dengan Petani
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.